Respons PPI Taiwan soal Dugaan Mahasiswa RI Kerja Paksa

Ilustrasi belajar
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan menyampaikan klarifikasi terkait mahasiswa Indonesia yang diduga menjadi korban kerja paksa di Taiwan. Kabar tersebut diberitakan oleh media massa di Indonesia, Taiwan, dan internasional.

"Hal-hal yang disampaikan berikut ini adalah dari klarifikasi dari beberapa sumber yang dapat dipercaya, hasil dari ikhtiar PPI Taiwan dan juga stakeholder kami," tulis PPI Taiwan dalam keterangan tertulis seperti disampaikan Presiden PPI Taiwan Sutarsis saat dihubungi VIVA, Kamis, 3 Januari 2019 malam.

Kasus double track atau kuliah dan magang ini sudah menjadi perhatian PPI secara organisasi sejak lama. PPI Taiwan bersama dengan rekan-rekan PPI Kampus telah mengidentifikasi berbagai masalah dalam program ini dan telah melaporkan, serta terus berkoordinasi dengan perwakilan Indonesia di Taiwan, yaitu Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei (KDEI Taipei) untuk mencari penyelesaian masalah ini.

Program kuliah sambil kerja (magang) adalah salah satu program legal di bawah kebijakan New Southbound Policy (NSP), dengan nama Industrial Academia Collaboration. Ada 69 universitas dan sekitar enam sampai 10 universitas yang fokus dengan pelajar dari Indonesia.

Pelajar yang mengikuti program ini harus bekerja adalah hal yang legal. Para mahasiswa memang harus bekerja (magang) untuk memenuhi biaya sekolah dan hidupnya karena tidak ada beasiswa. Ada beberapa universitas hanya memberikan beasiswa enam bulan sampai satu tahun saja.

"Setelah kami mengonfirmasi ke beberapa mahasiswa di universitas yang disebut dalam pemberitaan, memang ada kelebihan jam kerja dari yang telah ditentukan (20 jam per minggu untuk pelajar). Seluruh jam kerja yang dilakukan tetap diberikan gaji dan kata “kerja paksa” sebenarnya kurang tepat untuk hal ini," tulis PPI. 

Sejauh ini ada beberapa mahasiswa yang mengeluh capek dan ada juga beberapa mahasiswa yang menikmati hal ini.

Hal ini perlu perhatian segera pemerintah Indonesia untuk turun langsung ke Taiwan, sehingga bisa langsung memonitoring implementasi program kuliah magang, termasuk di dalamnya sejauh mana peran dan keterlibatan agen dengan permasalahannya.

Saat ini, ada lebih dari 6.000 pelajar di Taiwan. Dengan jumlah mahasiswa yang semakin bertambah, dengan berbagai dinamika permasalahan yang dihadapi, sudah selayaknya dipertimbangkan untuk adanya staf pendidikan yang setara dengan Atase. Hal itu untuk membantu pemerintah mengelola, memonitoring, dan mengevaluasi program-program kerja sama yang ditawarkan antara Indonesia dan Taiwan.

PPI Taiwan dan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei mulai dari beberapa tahun lalu hingga saat ini, sedang melakukan pendalaman terhadap informasi yang berkembang mengenai program kuliah magang ini. 

Untuk mencegah dampak negatif lebih jauh, Pemerintah Indonesia melalui KDEI Taipei sedang mengoordinasikannya dengan otoritas terkait di Taiwan guna menyepakati solusi bersama. Permasalahan ini muncul karena sejumlah pihak melakukan perekrutan dan pengiriman mahasiswa magang secara masif, sedangkan kedua pihak belum menyepakati detail pengelolaannya melalui suatu technical arrangement. (art)