Dubes Tantowi Buat Parlemen Selandia Baru Tobat Dukung Papua Merdeka

Dubes RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya diskusi bersama Parlemen New Zealand
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Sejumlah anggota Parlemen Selandia Baru, pendukung Papua Merdeka, mengundang Duta Besar Indonesia untuk negara itu, Tantowi Yahya. Diskusi terkait masalah di pulau ujung timur NKRI itu.

Dalam siaran persnya yang diterima VIVA, Tantowi mengatakan KBRI Wellington, tentu tidak ingin melepaskan kesempatan itu. Ia dan sejumlah perwakilan, memenuhi undangan beberapa anggota parlemen itu.

"Ini adalah momen bersejarah, kesempatan berharga bagi kita untuk menjelaskan segala sesuatu tentang Papua, dengan sebenar-benarnya" jelas Dubes Tantowi Yahya, dalam siaran persnya, Jumat 21 Desember 2018.

Tantowi didampingi beberapa orang, seperti Frans Albert Yoku, seorang intelektual Papua yang sekarang menjadi penasehat khusus Kemenpolhukam.

Lalu, ada dua staf KBRI, yaitu atase pertahanan, Kolonel Inf. Iwan Suryono dan Koordinator Fungsi Politik, Elleanora Tambunan, serta staf dari Kemlu, Jovanka Siahainenia.

Tantowi mengatakan, pihaknya diterima oleh tiga anggota Parlemen Selandia Baru, penandatangan Deklarasi Westminster, deklarasi dukungan untuk Papua Merdeka.

Dalam kesempatan itu, turut mendampingi satu orang anggota Dewan keturunan Indonesia, Marja Lubeck dan dua orang staf dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru.

Di hadapan legislator Selandia Baru, pendukung Papua Merdeka, politisi Golkar itu  menjelaskan mengenai integrasi Papua dalam NKRI.

Kata dia, reintegrasi Papua ke dalam NKRI diputuskan oleh PBB melalui resolusi nomor 2504 tahun 1969. "Tidak ada lagi yang bisa di perdebatkan," katanya.

Selama ini, yang sering disorot adalah soal pelanggaran HAM di masa lalu. Ia menegaskan, pemerintahan Presiden Joko Widodo komitmen menuntaskan itu. "Hanya saja, karena kompleksitas yang ada, penyelesaiannya tidak semudah membalik telapak tangan," lanjutnya.

Dia menegaskan, selama ini pihak luar pendukung Papua Merdeka telah salah menilai situasi di sana. Hal itu, lantaran yang diperoleh adalah informasi hoax alias bohong, yang disebar oleh kelompok separatis.

"Kami ini korban dari berita yang salah, dipelintir, bahkan hoax yang terus disiarkan oleh pendukung separatis tersebut dalam rangka menyudutkan Indonesia" jelas Tantowi.

Frans Yoku mengamini penjelasan Tantowi. Frans mengatakan, selama ini kelompok yang ada di luar negeri itu hanya mengklaim sebagai wakil rakyat Papua.

"Mereka bukan mewakili kami, karena mereka sendiri bukan lagi warga negara Indonesia. Kami senang di Papua, kami bangga daerah kami terus dibangun dengan kecepatan tinggi, hak-hak kami diperhatikan dan dilindungi. Bantu kami dengan program-program peningkatan kapasitas, bantu kami, agar lebih pintar dan lebih maju. Bukan ajak kami untuk merdeka," pinta Frans Yoku.

Penjelasan Tantowi dan Frans Yoku, menurutnya, mendapat perhatian serius. Para anggota parlemen itu juga aktif bertanya mengenai isu yang mereka dengar.

Seperti kebebasan berpendapat, genosida, jawanisasi, dan kesejahteraan tidak luput dari perhatian mereka. Semua dijawab secara tuntas oleh Tantowi dan Yoku.

Korupsi Akut

Indonesia, kata Tantowi, adalah negara penganut demokrasi. Layaknya Selandia Baru. Maka, semua orang diberi kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi. Termasuk, untuk aksi-aksi unjuk rasa.

Yoku menjelaskan, makna Kemerdekaan sesungguhnya sudah diberikan pemerintah melalui UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Rakyat Papua diberikan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri.

Hanya di Papua, pimpinan daerah di berbagai tingkatan harus orang Papua. Bagi hasil dengan pemerintah pusat pun jauh lebih besar dibanding daerah lain.

"Kami ini sudah Merdeka. Mengapa kami belum sejahtera? Korupsi masih menjadi penyakit utama kami" jelas Yoku.

Para anggota Parlemen dengan juru bicara Louisa Wall dari Partai Buruh mengapreasi seluruh penjelasan yang kami berikan.

Menurut Tantowi, dari diskusi itu Louisa menyimpulkan, tidak ada gunanya lagi mereka mendukung gerakan aktivis Papua Merdeka, termasuk di dalamnya upaya yang sedang digalang untuk memasukkan Papua dalam Decolonization List di PBB.

"Mereka, bahkan berjanji untuk membantu Pemerintah Indonesia dalam mempercepat kemajuan Papua di segala bidang. Sungguh satu kesimpulan yang membesarkan hati kita semua," katanya. (asp)