Saifuddin Nasution, Menteri Malaysia yang Menyandang Marga Mandailing
- bbc
Saat Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengumumkan daftar kabinetnya bulan Mei lalu, Saifuddin Nasution, yang ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan Dalam Negeri merasa sangat bangga.
Saifudin bercerita "kebanggaan" yang ia rasakan semakin terasa karena banyak menteri dari Indonesia serta saudara-saudara dari Mandailing, Sumatra Utara, yang mengucapkan selamat kepadanya.
"Waktu Perdana Menteri Malaysia Pak Mahathir menamakan jemaah menterinya (mengumumkan kabinet) saya yang satu-satunya yang membawa nama Nasution. Saya mendapat banyak panggilan tahniah (ucapan selamat) dari menteri-menteri Indonesia, dari Kedutaan Indonesia yang memberikan tahniah (ucapan selamat) dan menyatakan kebanggaan mereka dan mereka rasa dekat begitu dengan kami.
Saya sangat bersyukur dan ini satu yang sangat membanggakan," cerita Saifudin saat berkunjung ke studio BBC News Indonesia di London awal Desember lalu.
Saifuddin adalah generasi ketujuh dalam keluarga Nasution yang diketahui. Ayahnya berhijrah dari desa Mandailing, Ujong Lombang ke Singapura pada tahun 1950an, sebelum berpindah ke Kedah, wilayah di Malaysia.
"Yang namanya Nasution sepanjang ingatan saya, baik kabinet Tuanku Abdul Rahman, atau zaman Tun Abdul Razak, zaman Tun Hussein, zaman Mahathir, zaman Abdullah Badawi, zaman Datuk Najib dan sekarang kembali zaman Mahathir, satu-satunya menteri yang bergelar Nasution itu Saifuddin Nasution Ismail," ceritanya tersenyum bangga.
Saifuddin merupakan satu di antara ratusan ribu warga Malaysia keturunan Mandailing.
Menurut sejarawan Abdur Razzaq Lubis, banyak yang selalu pulang kampung untuk melihat tanah leluhur ataupun berjumpa dengan sanak keluarga.
Abdur Razzaq mengatakan pulang kampung yang dilakukan banyak warga keturunan Mandailing di Malaysia ini karena "romantisme tentang tanah leluhur."
"Mereka kembali ke Mandailing untuk menjalin silaturahmi dengan kaum kerabat di tanah leluhur...Saya sendiri masih mempunyai kaum kerabat (saudara) di tanah leluhur dan di Jakarta," cerita Abdur Razzaq.
"Tidak pernah putus hubungan antara orang Mandailing di Malaysia dan kaum keluarga kami yang di Sumatera maupun di Jawa," tambahnya.
Tak punya harta, tapi nama besar Nasution
Saifuddin bercerita ayahnya yang pertama kali mewariskan nama Nasution untuk digunakan oleh anak-anaknya.
"Ayah saya mengatakan beliau tidak punyai harta. Tidak punya uang yang banyak untuk mewariskan kepada kami adik-beradik tapi beliau wariskan satu nama besar dalam sejarah keturunan yaitu Nasution. Beliau wasiatkan agar nama anak cucunya harus dikekalkan," kata Saifuddin.
Ia mengatakan selalu berupaya pulang paling tidak setahun sekali, dan demikian pula halnya kakak adik dan saudara lainnya.
"Bila tak pulang, ada rasa kehilangan. Rasa semacam tak lengkap dalam jadwal setahun kita 365 hari. Kalau tidak sampai ke Ujung Lombang (desa di Mandailing), paling tidak ke Medan kerana saya ada keluarga di situ," tambahnya.
Bagi Saifuddin Nasution, pulang kampung dan berjumpa sanak saudara tak ternilai harganya.
"Sekarang dalam posisi sebagai menteri itu, itu memudahkan kerana hubungan misalnya dengan pak bupati, pak camat (di Mandailing) itu lebih mudah bagi kami. Kita juga sering kirim surat dan (mereka) mengundang saya ke sana. Ini sesuatu yang luar biasa. Tak ternilai."
"Saya fikir tak ada nilai uang ringgit untuk menggantikan hubungan kekeluargaan ini terutamanya dalam kehidupan modern yang sibuk, penuh dengan ujian. Bukan sedikit keluarga yang berceraiberai (terpisah) dan bersilaturahmi dapat dilakukan karena nilai-nilai baik dipupuk dari awal."
"Alhamdulillah sekurang-kurangnya dalam konteks keluarga kami baik di Malaysia atau Sumatera kami masih dapat menjalinkan hubungan akrab dan saya doakan hubungan ini kekal buat selama-lamanya," tutupnya.