Mengaku Lelah dan Ngantuk, Duterte Absen Banyak Agenda KTT ASEAN
- bbc
Presiden Filipina Rodrigo Duterte melewatkan sejumlah pertemuan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-33 ASEAN di Singapura dengan alasan `tidur singkat siang hari`.
Duterte, Rabu (14/11), dilaporkan tak menghadiri empat agenda dalam KTT itu setelah tertangkap basah tengah tertidur.
Duterte yang kini berusia 73 tahun lantas angkat bicara tentang peristiwa itu, "Apa yang salah dengan tidur saya?"
Sebelumnya, Duterte juga sempat melewatkan sejumlah agenda dalam pertemuan tingkat tinggi lainnya, termasuk yang berlangsung di Filipina.
Kesehatan merupakan salah satu spekulasi yang paling mencuat dari kebiasaan Duterte itu. Oktober lalu, Duterte mengumumkan dirinya mengidap kanker.
Saat ditanya apakah memiliki waktu istirahat yang cukup, Duterte berkata jam tidurnya singkat, tapi cukup untuk menjaga daya tahan tubuhnya hingga akhir penyelenggaraan KTT ASEAN.
Juru bicara Duterte, Salvador Panelo, menyebut sang presiden bekerja hingga larut malam dan hanya sempat tidur selama tiga jam.
Panelo mengklarifikasi, bahwa absennya Duterte dalam sejumlah pertemuan di Singapura tak berkaitan dengan isu kesehatan.
"Agenda kerja presiden yang ketat adalah bukti bahwa ia berada dalam kondisi fisik terbaik," kata Panelo.
Sebelumnya Duterte mengaku lelah dan siap untuk mengundurkan diri. Namun dia mengklaim belum menemukan suksesor yang cocok.
Duterte bukanlah satu-satunya kepala negara yang ketahuan tertidur dalam agenda KTT ASEAN di Singapura, pekan ini.
Penulis di surat kabar, Josh Rogin, mengabadikan momen Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, yang terlihat tertidur.
Rogin mengatakan, Moon terbangun ketika Wakil Presiden AS, Mike Pence, tiba di lokasi acara.
Reporter, Toluse Olorunnipa, menyebut Moon tertidur selama 15 menit sebelum kehadiran Pence.
KTT ke-33 ASEAN tidak hanya dihadiri petinggi negara Asia Tenggara, tapi juga sejumlah pimpinan negara dari kawasan lain.
Mereka antara lain Perdana Menteri Cina, Li Keqiang, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe.