Pasukan Koalisi Arab Saudi Gempur Kubu Houthi di Yaman

Pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan dari pinggiran Kota Hudaydah. - EPA
Sumber :
  • bbc

Pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi mulai menggempur kota pelabuhan Hudaydah di Yaman setelah kubu pemberontak Houthi mengabaikan tenggat waktu pengunduran diri.

Laporan sejumlah media di kawasan Timur Tengah menyebutkan posisi kelompok Houthi dibombardir dari laut dan udara.

Al-Arabiya yang berbasis di Arab Saudi, misalnya, melaporkan "pembebasan" Kota Hudaydah dimulai dengan serangan darat berskala besar yang disokong gempuran pesawat dan kapal angkatan laut.

Serangkaian ledakan terdengar dari pinggiran kota pelabuhan itu, tambah media tersebut.

Pelabuhan Hudaydah merupakan pintu masuk utama bagi bantuan kemanusiaan ke Yaman.

Lebih dari tujuh juta orang di negara itu kini bergantung pada bantuan makanan.

Sejumlah lembaga bantuan mewanti-wanti bahwa akan ada bencana kemanusiaan jika kota itu diserang. Potensi korban meninggal dunia bahkan diperkirakan mencapai 250.000 orang.


- BBC

 

Ultimatum

Sebelum serangan terjadi, Uni Emirat Arab (UEA) yang merupakan bagian dari koalisi Arab Saudi telah memberikan ultimatum terhadap kubu pemberontak Houthi. Isinya, menyerah atau menghadapi serangan.

Menteri muda Luar Negeri UEA, Anwar Gargash, mengatakan kepada BBC bahwa koalisi telah kehilangan kesabaran lantaran upaya diplomatik tidak membuahkan hasil selang 48 jam setelah tenggat berakhir.

Menurutnya, koalisi menghendaki PBB mengendalikan pelabuhan itu. Namun, jika kubu Houthi tetap menolak mundur, koalisi siap menempuh aksi militer.

Pemerintah Yaman di bawah kepemimpinan Presiden Abdrabbuh Mansour merilis pernyataan resmi bahwa semua jalur politik untuk membujuk kelompok Houthi berakhir nihil.

Pasukan koalisi pimpinan Saudi mengintervensi konflik di Yaman pada Maret 2015 guna mendukung Presiden Hadi. Mereka menghadapi kubu pemberontak Houthi yang memperkuat komunitas Zaidi dari minoritas Syiah.

Perang sipil di Yaman telah menewaskan sekitar 10.000 orang selama tiga tahun terakhir dan, menurut PBB, menimbulkan bencana kemanusiaan paling parah di dunia.