Israel Larang Visa Ziarah ke WNI Dikecam Pejabat Sendiri

Gereja Makam Suci Yerusalem
Sumber :
  • REUTERS/Ammar Awad

VIVA – Pejabat industri pariwisata Israel memprotes keputusan Kementerian Luar Negeri Israel yang melarang wisatawan Indonesia masuk ke negara itu untuk melakukan wisata ziarah.

Keputusan pemerintah Israel yang dikeluarkan pada akhir Mei 2018 itu disebutkan akan membahayakan industri pariwisata Israel. Sebab, sebanyak 30 ribu peziarah Kristen dan lainnya dari Indonesia berkunjung ke Israel setiap tahun dengan rata-rata menginap selama lima malam.

Larangan masuk Israel mulanya akan dilaksanakan terhitung mulai Sabtu 9 Juni 2018. Namun, pihak Israel menundanya hingga 26 Juni 2018. Hal itu berarti sekitar 22 ribu orang Indonesia yang sudah berencana untuk berkunjung ke Israel dalam beberapa pekan ke depan masih diizinkan masuk.

Kendati menyambut baik penundaan tersebut, kepala lembaga Israel, Incoming Tour Operators Association, Yossi Fatael mengatakan, pelarangan itu harus dihapuskan secara penuh.

Dia mengirim surat pada pekan ini kepada Direktur Jenderal Kemlu Israel Yuval Rotem dan Menteri Pariwisata Yariv Levin yang meminta untuk mengadakan pertemuan penting atas konsekuensi dari langkah kontroversial itu.

"Kami menyerukan kepada Kemlu untuk mempertimbangkan kembali keputusannya yang dianggap tidak proporsional, berlebihan dan berbahaya bagi institusi Kristen secara keseluruhan dan bukan hanya turis dari Indonesia," tulis Fatel sebagaimana dilansir Times of Israel.

Surat itu lalu disambut baik. Menteri Pariwisata Israel Yariv Levin mengatakan, keputusan Kemlu Israel keliru dan dia menyerukan agar pemerintah Israel mengembalikan keadaan secepat mungkin.

Namun, Kementerian Luar Negeri Israel membenarkan tindakannya dan bersikeras bahwa langkah itu dimulai justru sebagai reaksi atas keputusan Indonesia yang tidak memberikan visa wisata kepada orang Israel.

Bulan lalu, pemerintah Indonesia mengatakan tidak akan lagi mengeluarkan visa bagi warga Israel melalui kelompok wisata. Upaya itu dilakukan sebagai protes atas tewasnya 110 warga Palestina pascakerusuhan di Gaza.