Jumlah Eksekusi di Arab Saudi Naik Dua Kali Lipat sejak 2017

Ilustrasi eksekusi dalam demonstrasi di Jakarta menentang hukuman mati di Arab Saudi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • bbc

Hukuman pancung terhadap seorang tenaga kerja Indonesia bernama Muhammad Zaini Misrin Arsyad menguatkan temuan bahwa Arab Saudi meningkatkan eksekusi mati sejak 2017.

Dalam laporannya, organisasi hak asasi manusia Reprieve mengatakan peningkatan eksekusi mati bertepatan dengan diangkatnya Pangeran Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota pada Juni 2017.

"Hal ini kontras dengan serangkaian reformasi yang ditempuh di kerajaan dan terpampang sebagai tajuk utama media," sebut Reprieve.

Dr Kristian Coates Ulrichsen, peneliti Kebijakan Publik dar Rice University, mengatakan kepada BBC bahwa jumlah eksekusi di Arab Saudi sejatinya sudah meningkat drastis sejak 2015.

Pada akhir 2015 saja, lembaga Human Rights Watch melaporkan lebih dari 150 orang telah dieksekus di Arab Saudi—jumlah tertinggi yang dicatat lembaga tersebut selama 20 tahun terakhir.

"Penilaian saya tingginya jumlah eksekusi ini sebagian disebabkan keputusan pihak berwenang Saudi untuk melaksanakan vonis hukuman mati yang telah dijatuhkan namun belum diwujudkan pada masa kekuasaan Raja Abdullah," kata Ulrichsen.

"Sulit menentukan satu penyebab tertentu selama delapan bulan terakhir yang bisa menjelaskan mengapa ada lonjakan mendadak," tambahnya.

Data organisasi hak asasi manusia Reprieve menyebutkan terdapat 133 eksekusi di Arab Saudi pada periode Juli 2017 hingga 2018.

Jumlah itu hampir mencapai dua kali lipat jika dibandingkan dengan 67 eksekusi pada periode Oktober 2016 hingga Mei 2017.

Pada Juni 2017, yang bertepatan dengan Ramadan, Reprieve tidak menemukan laporan mengenai eksekusi mati.

Temuan Reprieve sedikit berbeda dengan data Human Rights Watch yang menyebutkan terdapat 138 eksekusi antara Juli 2017 dan Februari 2018.

Baik Reprieve maupun Human Rights Watch tidak mendapatkan data resmi dari pemerintah Arab Saudi yang sama sekali tidak menerbitkan jumlah eksekusi. Alih-alih, kedua lembaga tersebut mengompilasinya dari laporan media di Saudi, seperti kantor berita Saudi (SPA).

Data Kementerian Luar Negeri RI menyebut bahwa terdapat 142 warga Indonesia yang terancam hukuman mati di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sebanyak 23 orang berada di Arab Saudi.

Di antara mereka, menurut Migrant Care, terdapat Tuty Tursilawati dan Eti binti Toyib asal Jawa Barat yang menunggu eksekusi mati setelah pada 2010 divonis bersalah karena kasus pembunuhan.

Pelaksanaan hukuman mati terhadap TKI telah beberapa kali terjadi di Saudi.

Pada 2015, Siti Zainab, WNI asal Bangkalan, Madura, dihukum mati karena kasus pembunuhan pada tahun 1999. Dalam pekan yang sama, Karni binti Medi Tarsim dieksekusi di dekat Madinah.

"Eksekusi mati juga menimpa Yanti Iriyanti pada 2008 dan Ruyati pada 2011," kata Wahyu Susilo dari Migrant Care kepada BBC Indonesia.

Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, Arab Saudi menempati peringkat tiga dalam daftar jumlah pelaksanaan eksekusi mati.

Peringkat satu dan dua masing-masing diduduki Cina dan Iran.

Baik Reprieve maupun Human Rights Watch menyatakan Cina paling banyak mengeksekusi orang, meskipun mereka tidak bisa menyediakan angka pasti mengingat eksekusi adalah rahasia negara di Cina.

Dua organisasi itu meyakini bahwa eksekusi yang dilaporkan di media "boleh jadi hanya sepersekian dari jumlah sebenarnya yang dilakukan".