Kena Kanker, Eksekusi Terpidana Mati di AS Ditunda
- http://dhedighazali.blogspot.com/2014/04/puisi-dari-balik-jeruji-besi.html
Mahkamah Agung AS dilaporkan telah mengizinkan penundaan eksekusi hukuman mati terhadap seorang terpidana yang menderita kanker.
Doyle Lee Hamm, 61, yang ditahan di Alabama mengatakan, bahwa eksekusi suntik mati itu akan menimbulkan rasa sakit -sesuatu yang inkonstitusional- karena pembuluh darahnya terlalu rusak akibat kanker dan penggunaan narkoba di masa lalu.
Dia divonis mati untuk pembunuhan pada tahun 1987 terhadap seorang petugas motel, ketika melakukan perampokan senilai $410 (sekitar Rp5juta).
Sementara seorang terpidana hukuman mati di Florida dieksekusi pada Kamis malam lalu.
Namun seorang terpidana mati lain, di Texas, Thomas `Bart` Whitaker, 38, lolos dari maut, setelah Gubernur Texas mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup hanya sejam sebelum eksekusi.
Bart dihukum karena pembunuhan ibu dan saudara laki-lakinya pada tahun 2003. Ayahnya, yang ditembak di dada namun selamat, mengajukan permohonan kepada negara bagian Texas untuk mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup.
Kent Whitaker, sang ayah, adalah seorang Kristen taat dan pernah percaya pada hukuman mati tapi sekarang memaafkan anaknya. Ia mengatakan bahwa dia tidak ingin "kehilangan anggota keluarga langsung saya yang terakhir atas nama keadilan yang menurut saya salah".
Di Florida, terpidana mati Eric Scott Branch, 47, berteriak `pembunuh!` sebanyak tiga kali dan meronta-ronta melawan saat disuntik mati pada hari Kamis lalu.
Ia dijatuhi hukuman mati pada 1993 setelah terbukti bersalah untuk pemerkosaan dan pembunuhan Susan Morris yang berusia 21 tahun saat dia masih menjadi mahasiswa di University of West Florida.
Ia menunggu 24 tahun sebagai tahanan sebelum akhirnya dieksekusi. Gubernur Florida, Rick Scott, menandatangani surat perintah eksekusi pada bulan Januari lalu.
Dalam kasus Doyle Lee Hamm yang ditunda karena kanker, tidak jelas berapa lama ia mendapat masa penundaan itu, lapor AL.com.
Alabama Public Radio menyebut, negara bagian Alabama sebelumnya menyimpulkan bahwa dia telah sembuh dari kanker sejak tahun 2016, .
Karenanya seorang hakim menolak permohonan narapidana tersebut dan mengatakan bahwa dalam eksekusi nanti, suntikan kimia tidak akan dilakukan melalui nadi atau pembuluh darah di tangannya.
Â
Hakim Ketua Karon O Bowdre menulis dalam surat perintah eksekusi pada hari Selasa: "Ahli medis independen pengadilan melaporkan bahwa ada pembuluh darah perifer yang mudah diakses di bagian bawah tubuh Hamm, sementara pembuluh darah perifer di bagian tubuh atasnya, kendati dapat diakses, akan lebih sulit."
"Karenanya untuk mengaksesnya dibutuhkan praktisi yang lebih ahli dan menggunakan pemandu ultrasonik."
Hamm didiagnosis menderita limfoma sel B pada tahun 2014. Pengacaranya, Bernard Harcourt, berargumen bahwa kanker itu dan hepatitis C serta riwayat penggunaan narkoba sebelumnya membuat pembuluh darahnya rentan dan bisa mengakibatkan eksekusi yang cacat.
Namun sang pengacara gagal dalam berbagai usaha untuk meminta pembatalan eksekusi. Menurut pengacara, negara seharusnya tidak mengeksekusi orang yang sudah sekarat oleh kanker.
Para ahli di Perserikatan Bangsa-Bangsa mendukung klaim pengacara itu dan mendorong Alabama untuk menghentikan eksekusi, dengan mengatakan bahwa mengeksekusi Hamm dalam kondisi ini bisa menjadi hukuman yang kejam atau ganjil.
Aparat Alabama mengatakan mereka akan mengubah protokol eksekusi tradisional mereka, dengan melakukan suntik mati ke pembuluh darah di kaki Hamm, setelah terlebih dahulu seorang ahli menentukan pembuluh itu dapat diakses.
Dalam sebuah video Facebook yang diunggah pada hari Rabu, Jaksa Agung Alabama Steve Marshall mengatakan bahwa "Saya tidak akan meminta agar eksekusi Doyle Hamm dihentikan, sebaliknya saya akan meminta agar keadilan dijalankan".
Dia menegaskan bahwa kejahatan Hamm dalam membunuh Cunningham, ayah dari dua orang, layak dihukum mati.