AP I Peringati 32 Keluarga Kosongi Lahan Bandara New Yogya
- Biro Pers Setpres
VIVA – PT Angkasa Pura I menargetkan. pada Senin 18 Desember 2017, semua lahan untuk bandara New Yogyakarta Internasional Airport/NYIA sudah kosong. Terkait 32 Kepala Keluarga yang masih bertahan, AP I akan mengambil langkah terbaik.
“Kami sampaikan per 18 Desember, adalah batas waktu SP (Surat Perintah) pengosongan lahan yang ketiga atau terakhir,” jelas Project Manager NYIA Sujiastono, Jumat 15 Desember 2017.
Menurutnya, pengosongan lahan ini sesuai dengan rencana kerja pembangunan NYIA yang dimulai awal Januari tahun depan dan dijadwalkan beroperasi penuh pada Maret 2019.
Keberadaan 32 Kepala Keluarga (KK) yang masih menolak untuk pindah, dinilai melanggar ketetapan Izin Pemanfaatan Lahan (IPL) yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dan Gubernur DIY.
Sujiartono menyatakan, dalam prosesnya AP I sepenuhnya mematuhi aturan undang-undang dan melakukan sosialisasi, serta musyawarah dengan warga. Tercatat, sejak diputuskan pada 2012 lalu, dari 2.700 warga terdampak hanya 32 yang masih bertahan.
“Ganti rugi bagi warga penolak sudah kami titipkan ke pengadilan dan pastikan semua proses pengambilan tidak berbelit asal memenuhi persyaratan,” ujarnya.
Terkait dengan keberadaan 32 KK yang masih bertahan di lahan peruntukan bandara, Sujiastono memastikan AP I akan melakukan pendekatan untuk mencari solusi terbaik. AP I juga akan memberikan bantuan sepenuhnya saat warga siap pindah.
Hari ini perwakilan AP I yang dipimpin General Manager Agus Pandu Purnama dan Asisten Perekonomian Pembangunan dan Sumber Daya Alam Pemkab Kulon Progo Triyono bermaksud sambung rasa dengan warga penolak di Masjid Al-Hidayah, Krangon II, Palihan, Temon.
Namun, belum sempat mengutarakan apa yang ingin disampaikan, warga yang dari pagi menunggu langsung melakukan penolakan dan mengusir perwakilan. Mereka menyatakan akan tetap bertahan dan menolak bandara NYIA tanpa syarat.
Salah satu warga yang menolak bandara Nur Wijiyanto menyatakan, kenapa pemerintah sekarang baru meng’orang’kan warga yang sejak awal tidak mau menolak.
“Kami merasa tidak ada keadilan lagi dan intimidasi terus dilakukan aparat. Kami semua prioritas petani dan berkeinginan sampai hingga anak cucu kami bisa terus menempati lahan ini dan menolak berdialog lagi dengan pemerintah” katanya.