Mengintip Pabrik Aluminium Milik Induk Usaha Tambang

Pabrik Inalum.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVA.co.id

VIVA – PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) saat ini memiliki pabrik peleburan aluminium dan fasilitas pendukungnya di atas lahan seluas 200 hektare (ha), di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Lokasi ini berjarak sekitar 110 kilometer dari kota Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara. 

Setelah ditetapkan sebagai induk usaha atau holding BUMN tambang, pabrik ini bakal difokuskan untuk mampu menjadi pabrik berkelas dunia. Pabrik ini diharapkan bisa memproduksi hingga ke produk-produk hilir.

Seperti velg mobil, pembuatan transmisi listrik tegangan tinggi untuk proyek 35 ribu MW, hingga untuk komponen roket yang diproduksi oleh BUMN strategis, PT Dahana. 

Jurnalis VIVA berkesempatan menengok fasilitas produksi tersebut. Kompleks produksi Inalum terdiri atas tiga pabrik utama, yakni pabrik karbon, pabrik reduksi, dan pabrik penuangan. Selain itu, ada fasilitas pendukung seperti gas cleaning system dan pelabuhan milik Inalum yang memiliki tiga dermaga sebagai jalur masuknya impor alumina dari Australia.

Di pabrik karbon, merupakan proses pengolahan awal, dengan sejumlah material dicampur yang kemudian dibentuk menjadi blok anoda dan dipanggang hingga temperatur 1.250 derajat celsius. Kemudian, dipasang tangkai ke blok anoda yang sudah dipanggang itu menggunakan cast iron

Lalu, di pabrik reduksi yang terdiri atas tiga bangunan yang sama, memiliki sebanyak 510 pot dengan tipe prebaked anode furnaces (PAF) yang beroperasi pada suhu 960 derajat celsius. Setiap pot mampu menghasilkan aluminium cair sekitar 1,3 ton atau lebih per hari. 

Proses selanjutnya di pabrik penuangan. Di mana aluminium cair panas dengan suhu 800 derajat celsius dibawa oleh kendaraan charging ke dalam holding furnaces atau tempat pengolahan aluminium yang berkapasitas 30 ton. Aluminium cair ini kemudian dicetak, dan menghasilkan cetakan per batang seberat 22,7 kg aluminium ingot (batangan). 

"Ingot 1 batang 22,7 kg, setelah didinginkan selama sehari, baru besok bisa dipegang. Jadi yang kami jual adalah ini, bahan bakunya ke Medan, Surabaya, dan lain-lain. Juga ini dicetak billet alloy, slam. Kalau billet itu untuk seperti jemuran. Kalau ingot bisa jadi velg juga nanti," ujar salah seorang pegawai Inalum yang memandu VIVA, Selasa 5 Desember 2017.

Pabrik peleburan aluminium dengan kapasitas terpasang 225 ribu ton aluminium per tahun ini dibangun menghadap Selat Malaka. Pembangunan pabrik ini dimulai pada 6 Juli 1979 dan tahap I operasi dimulai pada 20 Januari 1982. 

Pembangunan ini diresmikan oleh Presiden RI, saat itu, Soeharto yang didampingi oleh 12 menteri Kabinet Pembangunan II. Operasi pot pertama dilakukan pada 15 Februari 1982 dan Maret 1982, Aluminium ingot pertama berhasil dicetak.

Inalum saat ini merupakan pemegang posisi tunggal sebagai produsen aluminium  primer di Indonesia. Sebelum diberi nama Inalum dan diakuisisi sebagai BUMN, Inalum merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) Jepang yang berbentuk sebuah konsorsium bernama Nippon Asahan Aluminium Co.,Ltd (NAA).

Lalu, pada 6 Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menjadi perusahaan patungan antara pemerintah RI dan NAA yang didirikan di Jakarta. Kemudian, pada 13 Oktober 2013, perjanjian induk antara Pemerintah Indonesia dan NAA pun berakhir. 

Sejak saat itu lah, Inalum memasuki era baru perusahaan sebagai salah satu BUMN yang resmi dimulai pada 19 Desember 2013, melalui pengambilan seluruh porsi saham NAA oleh pemerintah RI senilai US$556,7 juta. Dan pada 2017, Inalum resmi menjadi induk perusahaan atau holding BUMN industri pertambangan. (art)