Berapa Kontribusi Pekerja Seni pada Penerimaan Pajak
VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumpulkan ratusan pelaku industri kreatif, mulai dari penulis sampai dengan musisi, untuk berdialog mengenai perpajakan semalam. Dialog ini, merupakan tindak lanjut dari keluhan pengenaan pajak yang terlampau tinggi bagi profesi penulis.
Meskipun pemicu terselenggaranya dialog ini adalah Tere Liye, namun yang bersangkutan justru tidak hadir dalam dialog tersebut. Terlepas dari hal itu, melalui acara ini bendahara negara melalui acara ini berjanji akan merumuskan skema pungutan pajak bagi industri kreatif yang adil.
Berbagai keluhan datang dari sejumlah penggiat industri kreatif, tak terkecuali Dewi ‘Dee’ Lestari. Di depan para penggiat industri kreatif lainnya, ia merasa pungutan pajak bagi profesi penulis belum menciptakan suatu keadilan, apalagi profesi tersebut tidak memiliki pola pendapatan yang sama dengan wajib pajak lainnya.
“Sekarang, penulis dikategorikan pekerja seni. Tapi sebenarnya pola pendapatan, produksi penulis jauh berbeda. Kami menulis produksinya panjang, pendapatan kami jarang setahun dua kali. Kalau saya menulis hari ini, saya baru bisa merasakan hasilnya 18 bulan kemudian,” kata Dee, Jakarta, Rabu malam, 13 September 2017.
Profesi penulis, kata Dee, memang telah di istimewakan dengan adanya norma penghitungan penghasilan neto. Namun, ia merasa bahwa Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) yang memang sebelumnya menjadi insentif bagi profesi penulis dapat ditinjau ulang, agar merefleksikan pungutan pajak yang sebenarnya kepada profesi penulis.
“Apakah NPPN sudah paling tepat? Saya pribadi, NPPN bisa ditinjau ulang,” katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun tak memungkiri, setiap profesi idealnya memang memiliki perlakuan pajak sendiri-sendiri, sebagai wujud penghargaan terhadap profesi tersebut. Meski demikian, bendahara negara juga tak ragu mengakui kesulitannya mengubah aturan yang berlaku.
Pemerintah bersama parlemen terus membahas mengenai revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang mencakup UU Pajak Penghasilan maupun UU Pajak Pertambahan Nilai. Selama perubahan aturan bisa menciptakan ikim yang kondusif, pemerintah akan berupaya mengakomodir keluhan para pelaku industri kreaitf.
“Nampaknya, ekosistemnya perlu dipetakan. Sehingga, nanti kita tidak perlu reaktif setiap kali ada sesuatu, karena masing-masing ada usulannya dan ada justifikasinya,” tegasnya.
Selanjutnya, potensi yang minim
***
Hampir 430 pelaku industri kreatif menghadiri dialog perpajakan yang digelar di Aula Cakti Bhakti, Gedung Mari’e Muhammad Ditjen Pajak. Hadir di antaranya Komunitas Satu Pena, Persatuan Penulis Indonesia, Ikatan Penerbit Indonesia, sampai dengan Persatuan Artis Indonesia.
Meskipun beberapa di antara mereka yang hadir mengungkap kegelisahannya atas pungutan pajak yang dikenakan otoritas pajak, namun potensi yang bisa disumbangsih terhadap penerimaan negara relatif tidak sebesar pengenaan pajak pada profesi lainnya.
“Untuk semua pekerja seni sedikit. Rp383,53 miliar,” kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam kesempatan yang sama.
Berdasarkan data otoritas pajak, pekerja seni yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan pada tahun lalu hanya mencapai 919 wajib pajak. Meskipun tidak menyebutkan jumlah pasti total wajib pajak pekerja seni, namun Ditjen Pajak menyatakan, bahwa ada setidaknya 5.315 wajib pajak yang belum melaporkan SPT.
Pemerintah pun tak memungkiri memiliki dana cadangan yang bisa sewaktu-waktu digunakan untuk memberikan insentif terhadap sektor-sektor tertentu. Namun bukan berarti, keluhan dari para wajib pajak bisa sepenuhnya diakomodir oleh otoritas pajak.
“Tidak semua dikasih insentif. Komunikasi adalah solusi bagi DJP. Pajak harus netral,” tegasnya.