Industri Ritel Kini Bak Kura-Kura
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id – Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel tak yakin pertumbuhan industri ritel tahun ini akan bergeliat. Perubahan pola konsumsi masyarakat yang saat ini terjadi, tidak hanya terjadi di sektor kalangan menengah ke bawah, melainkan juga kalangan menengah ke atas.
Ketua Umum Aprindo Roy Mande mengungkapkan, lesunya industri ritel saat ini bukanlah karena faktor pelemahan daya beli. Tapi, ada indikasi sebagian kalangan masyarakat di segmen tertentu yang memutuskan untuk menahan kemampuannya dalam berbelanja.
Berdasarkan catatan Aprindo, pertumbuhan industri sejak 2013 silam telah mengalami tren penurunan. Bahkan pada semester pertama tahun ini, geliat industri ritel hanya mampu tumbuh 3,7 persen, atau anjlok drastis dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 10 persen.
“Industri ritel saat ini ibarat kura-kura membawa beban. Sekarang di 2017 membawa beban,” kata Roy, di Jakarta, Rabu 13 September 2017.
Roy memperkirakan, perubahan pola konsumsi masyarakat tak lepas dari bonus demografi yang terjadi di Indonesia. Meskipun ada beberapa usia produktif yang memilki jenjang pendidikan tinggi, namun sebagian diantara mereka tidak memiliki pekerjaan yang tetap, dan penghasilan yang sesuai.
“Mal boleh parkir, parkir boleh susah. Tapi yang belanja hanya sedikit. Cuma makan untuk lapar dan haus,” katanya.
Selain karena faktor tersebut, sebagian masyarakat pun dianggap lebih memilih untuk menggelontorkan penghasilannya untuk liburan, dibandingkan harus berbelanja di pusat perbelanjaaan. Hal ini, kata Roy, terjadi pada kalangan menengah yang memiliki pendapatan yang cukup tinggi.
Meskipun industri ritel mengalami kelesuan, namun Aprindo masih optimistis pertumbuhan ritel tahun ini masih bisa meningkat, meskipun melambat. Berbagai cara akan dilakukan asosiasi, agar pusat perbelanjaan kembali menjadi magnet bagi konsumen.
“Harapan kami delapan sampai sembilan persen. Walaupun kenyataannya akan enam sampai tujuh persen,” kata Roy.