RUU Sumber Daya Air Dinilai Masih Perlu Penajaman
- Pixabay/Deltaworks
VIVA.co.id – Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG) Mohamad Mova Al’Afghani menilai bahwa definisi usaha dan pengusahaan dalam Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) perlu penajaman. Sebab, menurut dia, RUU SDA sebaiknya tidak hanya melihat aspek keuntungan saja, namun juga volume.
"Air untuk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) seharusnya tidak dikategorikan sebagai pengusahaan karena terkait hak atas air," ujar Mova dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PIT PAAI) 2017 dan Konferensi Pers tentang Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Indonesia, di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu, 13 September 2017.
Dalam RUU SDA diketahui bahwa izin SPAM hanya diberikan kepada BUMN atau BUMD saja. Hal ini, ujar Mova, akan menutup kemungkinan masyarakat dan swasta berkiprah dalam penyediaan akses bagi publik secara luas.
“Hak penguasaan negara lebih dapat dilaksanakan pada UPT atau UPTD bukannya BUMN atau BUMD karena merupakan entitas terpisah," tuturnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkritik soal Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang disetarakan dengan SPAM. Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan Human Right to Water (HRTW).
"Akses bagi masyarakat haruslah melalui air perpipaan yang bisa diminum dengan harga terjangkau," ucapnya.