Telkom Bantah Isu Satelitnya Hancur Lebur di Orbit

Konferensi pers Telkom soal gangguan satelit Telkom 1
Sumber :
  • VIVA.co.id/Afra Augesty

VIVA.co.id – Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, Alex J Sinaga, menampik isu bahwa  Satelit Telkom 1 (T1) telah hancur berkeping-keping di orbit geostasioner. Ia mengatakan, justru sebaliknya bahwa T1 masih bisa menerima perintah dari Stasiun Pengendalian Utama Satelit milik Telkom di Cibinong, Jawa Barat.

"Masih bisa berkomunikasi secara telemetri dengan stasiun pengendalian di Cibinong. Jadi, kalau ada yang mengatakan Satelit Telkom 1 hancur berkeping-keping, saya katakan itu salah besar," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Selasa 12 September 2017.

Berdasarkan analisa mendalam yang dilakukan Telkom dan Lockheed Martin selaku pabrikan Satelit T1, Alex mengatakan satelit tersebut memang sudah tidak lagi berfungsi normal, sehingga Lockhed Martin merekomendasikan agar dilakukan shutdown.

"Dari hasil kajian memang Lockheed Martin merekomendasikan untuk dilakukan shutdown. Kami masih terus bekerja dengan Lockheed Martin, sehingga kapan itu akan dieksekusi tergantung dari kajian tiap hari, yang diambil dari data telemetri," papar dia.

Anomali atau gangguan yang terjadi pada Satelit T1 pada Jumat, 25 Agustus lalu, membuat penasaran perusahaan operator asing asal Amerika Serikat bernama ExoAnalytic Solutions, Inc.

Menurut CEO ExoAnalytic, Douglas Hendrix, pihaknya telah melacak objek di orbit geostasioner (GEO) dan menemukan bukti baru bahwa satelit milik BUMN Telkom itu kemungkinan hancur berkeping-keping.

Perusahaan yang bermarkas di California ini menggunakan algoritma untuk meninjau data yang dikumpulkan oleh jaringan globalnya dari 165 teleskop optik untuk anomali, di mana salah satu instrumennya ada di Australia Timur, yang melihat satelit tersebut 'tampaknya terlepas'.

Selain itu, ExoAnalytic melacak sekitar 2.000 obyek di orbit geostasioner, beberapa di antaranya ukurannya kecil sekitar 20 sentimeter. Dari jumlah tersebut, sekitar seperempatnya merupakan satelit - gabungan milik militer, cuaca, dan komunikasi - dan sisanya adalah puing-puing. (ren)