Soal Tere Liye, Menkeu Janji Akomodir Keluhan Pajak Penulis

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk menghubungi penulis Tere Liye, yang beberapa waktu lalu memutus kerja sama dengan dua penerbit buku lantaran masalah royalti yang memberatkan.

“Tim pajak sudah menghubungi saudara Tere Liye. Saya sudah meminta tim pajak untuk menanyakan persoalannya apa, apa yang menjadi komplain dari suadara Tere Liye,” kata Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, di Jakarta, Kamis malam 7 September 2017.

Ani pun berjanji akan menyelesaikan masalah perpajakan yang dialami oleh kalangan profesi penulis, dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apakah itu dari sisi administrasi, maupun komponen yang selama ini menjadi masalah.

“Kami akan carikan, kalau memang itu adalah concern dan tentu tidak hanya untuk Tere Liye, tetapi kepada keseluruhan. Kalau dianggap kebijakan masalah insentif penulis ada ruang untuk diperbaiki, ya kami perbaiki,” katanya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menyadari, bahwa persoalan yang dialami penulis tidak hanya harus menghadapi tarif pajak royalti bagi para penulis buku. Penulis pun harus menghadapi tarif pajak berjenjang yang menyasar Pajak Penghasilan.

Di mana nantinya, pendapatan dari royalti yang telah dipotong pajak, tetap harus dimasukan sebagai pendapatan tahunan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi alasan hal itu belum diatur dalam peraturan yang berlaku.

“Sebagian mungkin mengacu pada UU PPh, yang memang belum mengalami perubahan, karena kita belum membahasnya dalam RUU kedepan,” katanya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama menambahkan, bahwa otoritas pajak telah memberikan keistimewaan kepada para profesi penulis dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, yang besarnya 50 persen dari royalti yang diterima penerbit.

Wajib pajak yang berprofesi sebagai penulis dengan penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun, dapat menggunakan fasilitas tersebut. “Kami menegaskan, supaya mengakhiri beda persepsi,” kata Hestu, Jumat 8 September 2017. (hd)