Tahun Depan Bisa Urus Seluruh Perizinan di Satu Gedung
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo mengumumkan kebijakan ekonomi dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Ini dilakukan dengan harapan untuk terus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang efisien.
"Hari ini kita umumkan Perpres percepatan pelaksanaan berusaha. Jadi kalau masih ada yang perlu diperbaiki dan dibenahi sampaikan kepada kita," kata Jokowi, Kamis 31 Agustus 2017.
Jokowi mengatakan, Perpres ini bertujuan untuk memberikan kemudahan berusaha, di mana pada tahap pertama akan dilakukan pembentukan satuan tugas (satgas) untuk pengawalan dan penyelesaian hambatan perizinan dalam pelaksanaan berusaha.
"Awal tahun depan, Januari dan Februari kita harus memiliki satu gedung yang khusus urusan seluruh perizinan, harus satu gedung," kata Jokowi.
Selain itu, Ia mengatakan, sistem aplikasi dan teknologi dalam pengurusan perizinan harus disiapkan. Semua sistem, kata Jokowi, harus diurus dengan single submission atau sistem perizinan terintegrasi.
"Dulu juga sangat sulit urus di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) bertahun-tahun, nyatanya sekarang bisa 3 jam untuk 8 izin. Saya sampaikan kepada Menteri, jangan sampai bulan, sampai tahun. Tapi buktinya sekarang masih ada," kata dia
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Melalui kebijakan ini, kata Darmin, pemerintah ingin memberikan kepastian waktu dan biaya dalam proses perizinan, serta meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian dengan lembaga dan pemerintah daerah.
“Selain itu, kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi atau single submission,” ujar Darmin.
Kondisi pelayanan saat ini disebut masih belum optimal. Misalnya saja, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, belum sekuensial (berurutan), dan belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online).
"Selain itu, waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai pemberi izin yang belum melayani," tutur dia.