Uber Irit Bicara soal Anulir Aturan Taksi Online
- REUTERS/Thomas White /File Photo
VIVA.co.id – Salah satu penyedia jasa solusi transportasi daring di Indonesia, Uber, belum bisa berkomentar banyak menyusul putusan Mahkamah Agung yang menganulir aturan taksi daring yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Respons Uber Indonesia sama seperti dengan kompetitor lainnya seperti Grab dan Gojek. Semuanya masih irit bicara soal putusan MA tersebut.
"Terkait putusan Mahkamah Agung, Uber masih memelajarinya dan belum dapat memberikan informasi lebih lanjut," kata perwakilan Uber Indonesia kepada VIVA.co.id dalam keterangan tertulisnya, Rabu 23 Agustus 2017.
Uber Indonesia berjanji akan menginformasikan lebih lanjut setelah mereka memiliki pernyataan resmi atas putusan anulir Permenhub tersebut.
Dalam putusannya, MA menilai Permenhub Nomor PM 26 Tahun 2017 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Seperti, bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan kesepakatan antara pengguna jasa dengan usaha angkutan sewa khusus.
"Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah," seperti tertulis dalam putusan MA Nomor 37 P/HUM/2017 yang dikutip pada Selasa, 22 Agustus 2017.
Selain itu, MA juga berpendapat Angkutan Sewa Khusus berbasis aplikasi daring merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.
MA juga melihat fakta di lapangan tentang Angkutan Sewa Khusus ini telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan dari sisi teknologi dan bermitra dengan masyarakat.
Dalam putusannya MA juga menyayangkan penyusunan regulasi bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi tidak didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di bidang jasa transportasi.