Aturan Taksi Online Dianulir, Grab Kaji Putusan

Suasana kantor Grab di Singapura.
Sumber :
  • REUTERS/Edgar Su

VIVA.co.id – Grab Indonesia masih mendalami  putusan Mahkamah Agung yang menganulir Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Seperti diketahui, terdapat 14 poin dari Permenhub yang dianulir oleh MA.

"Mohon maaf kami masih belum bisa comment. Masih kami pelajari dulu," ujar Manajer Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, kepada VIVA.co.id, Selasa malam, 22 Agustus 2017.

Mahkamah Agung pada 20 Juni 2017 melalui amar putusannya mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil, terhadap Permenhub tersebut. Dengan demikian, Permenhub yang mengatur tentang taksi daring itu tidak memiliki kekuatan hukum terikat dan dicabut. 

Dalam putusannya, MA menilai Permenhub Nomor PM 26 Tahun 2017 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Seperti, bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan kesepakatan antara pengguna jasa dengan usaha angkutan sewa khusus.

"Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah," seperti tertulis dalam putusan MA Nomor 37 P/HUM/2017 yang dikutip pada Selasa, 22 Agustus 2017.

Selain itu, MA juga berpendapat Angkutan Sewa Khusus berbasis aplikasi daring merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.

MA juga melihat fakta di lapangan tentang Angkutan Sewa Khusus ini telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan dari sisi teknologi dan bermitra dengan masyarakat.

Dalam putusannya MA juga menyayangkan penyusunan regulasi bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi tidak didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan di bidang jasa transportasi.