Jurang 'Si Kaya dan Si Miskin' Indonesia 3 Dekade Terakhir
- ANTARA/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro membeberkan secara rinci jurang antara si kaya dan si miskin dalam kurun waktu hampir tiga dekade. Ketimpangan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, nyatanya sudah terjadi sejak tahun 1990.
“Begini, menurunkan gini ratio itu susahnya setengah mati. Tapi naiknya gampang,” kata Bambang dalam diskusi dengan media di kantornya, Jakarta, Jumat 4 Agustus 2017.
Bambang menjabarkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada era 1990 mencetak angka tertinggi dalam sejarah, karena mampu tumbuh di kisaran tujuh sampai delapan persen. Namun, pada saat itu rasio ketimpangan justru berada di angka 0,37 atau hampir mendekati batas yang mengkhawatirkan.
“Pada waktu itu ketimpangan 0,37. Ketimpangan meningkat, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Mungkin ini karena konsentrasi kekayaan pada konglomerat yang berlebih. Kita sama-sama tahu kondisinya pada waktu itu,” katannya.
Namun ketika ekonomi Indonesia terkena krisis 1997-1998, angka ketimpangan justru menurun menjadi 0,308. Bambang pun mengaku heran, pada saat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada waktu itu tumbuh negatif 14 persen, namun jurang antar si kaya dan si miskin justru menurun.
Persoalan serupa pun kembali terjadi pada tahun 2006, ketika Indonesia terkena dampak positif dari booming harga komoditas. Namun, mantan Menteri Keuangan itu menegaskan, lagi-lagi angka ketimpangan kembali meningkat di angka 0,363, sampai dengan puncaknya pada 2011 mencapai 0,410.
Sejak era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, ketimpangan pun perlahan mulai menurun, meskipun tidak terlalu signifikan. Bambang menegaskan, pemerintah pun terus melakukan berbagai upaya intervensi untuk mengurangi jurang antara si kaya dan si miskin,