Studi: Sebagian Perusahaan RI Tak Siap Hadapi Krisis

Gedung perkantoran di Ibu Kota.
Sumber :
  • bisnis.news.viva.co.id

VIVA.co.id – Sebagian besar perusahaan di Indonesia ternyata tidak memiliki kesiapan untuk menghadapi krisis. Hal tersebut terlihat dari hasil kajian terbaru dari QBE Insurance yang baru dirilis beberapa waktu lalu.  

Hasilnya, hanya 54 persen dari perusahaan-perusahaan yang disurvei memiliki asuransi tanggung gugat bisnis seperti tanggung gugat pihak ketiga, tanggung gugat publik, gangguan usaha, dan tanggung gugat produk. Selain itu, tanggung gugat cyber, tanggung gugat pemberi kerja, tanggung gugat dewan direksi dan tim manajemen, atau jaminan indemnitas profesi.

Kajian QBE yang diberi judul Harga Sebuah Penyesalan ini didasarkan pada wawancara 300 usaha kecil menengah dan perusahaan skala besar di Indonesia. Wawancara yang berlangsung pada April dan Mei 2017 ini berfokus pada berbagai risiko bisnis, baik yang ada sekarang maupun di masa depan. 

“Salah satu temuan penting dalam laporan ini adalah perusahaan di Indonesia memerlukan lebih banyak edukasi. Dengan tidak memiliki asuransi tanggung gugat, perusahaan-perusahaan kehilangan kesempatan untuk memberikan kompensasi, serta berpotensi menempatkan bisnis, konsumen, dan masyarakat umum dalam risiko yang lebih tinggi,” kata Presiden Direktur QBE General Insurance Indonesia, Aziz Adam Sattar dikutip dari keterangan resminya, Selasa 25 Juli 2017. 

Dia menjabarkan,dalam 12 bulan terakhir, risiko yang paling sering ditemui perusahaan atau UKM adalah kehilangan pendapatan karena gangguan usaha (32 persen), inventaris yang hilang atau rusak (23 persen), dan kerusakan peralatan (22 persen). 

Kemudian, peretasan sistem bisnis dan komputer (20 persen), kerusakan bangunan perusahaan (20 persen), kecelakaan kerja (20 persen), dan penipuan melalui internet (10 persen).

“Risiko-risiko ini dihadapi oleh perusahaan yang berada pada lingkungan dengan tantangan bisnis yang semakin besar. Berdasarkan kajian, kami menemukan bahwa 31 persen dari perusahaan-perusahaan Indonesia menerima tuntutan hukum karena masalah produk atau layanan mereka pada tahun lalu,” ungkapnya.