Jika PTKP Disesuaikan, Orang Lebih Fleksibel Belanja

Ilustrasi belanja.
Sumber :
  • REUTERS/Lucy Nicholson

VIVA.co.id – Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel indonesia, atau Aprindo meminta, formulasi penyesuaian batas Penghasilan Tidak Kena Pajak yang saat ini tengah dikaji pemerintah, mampu memberikan nilai tambah bagi perekonomian. Pelaku usaha tak ingin, penyesuaian tersebut justru menjadi beban.

Ketua Umum Aprindo Roy Mande, saat berbincang dengan VIVA.co.id memperkirakan, penyesuaian batas PTKP akan memberikan dampak terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Apalagi, jika perubahan batas PTKP menyesuaikan batas Upah Minimum Provinsi, atau Upah Minimum Regional.

“Kalau PTKP mendekati UMP, berarti hitungannya sangat sedikit yang dibelanjakan. Jadi, dengan adanya penyesuaian, akan membuat customer (konsumen) lebih menyesuaikan kebutuhan belanja. Akan jauh lebih fleksibel,” kata Roy, di Jakarta, Jumat 21 Juli 2017.

Ia mengatakan, pertumbuhan penjualan ritel sepanjang semester pertama tahun ini, tercatat minus 30 persen, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Meskipun secara garis besar berbagai indikator perekonomian telah membaik, namun sektor konsumsi justru masih terpuruk.

Penyesuaian batas PTKP, dikhawatirkan akan berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat. Padahal, ditegaskan Roy, PTKP merupakan instrumen fiskal pemerintah yang diharapkan mampu menggenjot daya beli masyarakat. Ujung-ujungnya, tentu memberikan efek bagi perekonomian nasional.

“Kondisi ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan regulator, karena kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB (produk domestik bruto) itu besar sekali. Sudah saatnya regulator memperhatikan hal-hal kecil,” katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Haryadi Sukamdani pun tak memungkiri, pertumbuhan penjualan ritel belum cukup menggembirakan. Rencana otoritas pajak menyesuaikan batasan PTKP pun diharapkan tidak mengganggu upaya menggeliatkan kegiatan ekonomi tahun ini.

“Pemerintah selalu bilang mau mendorong konsumsi. Nah, kalau ada yang seperti ini kesannya negara ini bagaimana. Jadi, pasti ada dampaknya pada konsumsi,” katanya kepada VIVA.co.id. (asp)