Risiko Investasi Besar, Investor Tambang Layak Dapat Jaminan
- ANTARA/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Untuk menjamin investasi di sektor pertambangan, investor membutuhkan jaminan kelangsungan investasi jangka panjang. Hal tersebut mengingat sektor ini menggunakan investasi padat modal dan umumnya di daerah remote area (terpencil).
Wakil Ketua Umum Indonesian Mining Institute (IMI), Hendra Sinadia mengatakan Industri pertambangan dikenal memang memiliki karakteristik unik dan berbeda dibanding industri lainnya.
Menurut dia, industri pertambangan umumnya bersifat investasi jangka panjang dan padat modal. Deposit mineral umumnya juga berada di wilayah-wilayah terpencil dan minim infrastruktur, sehingga sangat berisiko tinggi dari berbagai aspek.
"Dengan aspek teknis, geologi, pasar, fiskal, kebijakan dan lingkungan hidup, maka umumnya investor pertambangan inginkan rejim aturan yang khusus agar investasi jangka panjang terjamin," jelas Hendra dalam keterangannya, Selasa 11 Juli 2017.
Hal ini kembali muncul kepermukaan, akibat negosiasi antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia yang belum mencapai kata sepakat. Padahal, Freeport bersedia melepas Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus dengan syarat adanya perjanjian stabilitas investasi (investment stability agreement) atau ISA.
Hendra mengatakan, terkait jaminan itu sebenarnya tidak hanya dibutuhkan oleh Freeport saja, tapi juga bagi produsen mineral lainnya dan bahkan perusahaan batu bara pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Selain itu, lanjut Hendra, pelaku industri pertambangan juga mengkhawatirkan dampak dari kepastian investasi jangka panjang jika berubah menjadi IUPK. Apalagi di dalam UU No. 4/2009 mengatur pungutan tambahan 10 persen bagi pemegang IUPK yang dikenakan dari keuntungan bersih.
“Adanya ISA, maka paling tidak perusahaan dapat memproyeksikan investasi mereka untuk beberapa puluh tahun ke depan. Perusahaan membutuhkan ISA agar tarif PPh, tarif royalti dan pungutan lainnya tidak selalu berubah-ubah," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, menilai faktor kepastian pada usaha tambang yang membutuhkan biaya besar sangat menjadi pertimbangan investor.
Menurut dia, investor sangat membutuhkan jaminan kestabilan dan kepastian hukum, apalagi di sektor tambang memerlukan investasi besar dan tinggi risiko. Tingginya risiko tersebut juga penting diberikan insentif untuk mencapai keekonomian.
"Insentif menjadi sebuah keharusan sebagai konsekuensi jika ada perubahan skema, seperti perubahan KK atau PKP2B menjadi IUPK," ujarnya.