Virus 'Pemalak' Ransomware Serang 99 Negara, Indonesia?
- REUTERS/Pawel Kopczynsk
VIVA.co.id – Virus pemalak ransomware telah menyebar dengan agresif di seluruh dunia, di mana lebih dari 75 ribu komputer di 99 negara menjadi target.
Menurut data terbaru, seperti dikutip situs Russia Today, Sabtu, 13 Mei 2017, ransomware menginfeksi file komputer yang kemudian menuntut bitcoin untuk membebaskannya.
Peningkatan aktivitas malware ini diketahui pada Jumat kemarin mulai pukul 08:00 CET (07:00 GMT). Perusahaan keamanan perangkat lunak, Avast, melaporkan pihaknya mencatat ransomware "dengan cepat meningkat menjadi penyebaran yang sangat besar".
"Dalam hitungan jam, lebih dari 75 ribu serangan telah terdeteksi di seluruh dunia," bunyi keterangan resmi Avast. Menurut mereka, ransomware juga terdeteksi menargetkan Inggris, Swedia, Spanyol, Rusia, Ukraina dan Taiwan.
Virus pemalak ini rupanya versi upgrade dari ransomware yang pertama kali muncul pada Februari tahun ini. Ransomware dipercaya hanya mempengaruhi komputer yang dioperasikan Windows, dengan mengubah nama ekstensi file yang terpengaruh menjadi ".WNCRY."
Hal ini kemudian menjatuhkan uang tebusan kepada pengguna dalam file teks, yang menuntut US$300 senilai bitcoin yang harus dibayar untuk membuka kunci file yang terinfeksi dalam jangka waktu tertentu.
Shadow Brokers
"Korban diberi tenggat waktu untuk bayar tebusan. Jika mereka gagal membayar maka data mereka akan dihapus," bunyi pernyataan Avast, memperingatkan.
Ransomware bekerja dengan mengeksploitasi "kerentanan yang ditemukan dan dikembangkan oleh National Security Agency (NSA)."
Alat peretas (hacking) itu dibocorkan oleh sebuah kelompok yang menamakan dirinya Shadow Brokers (Pialang Bayangan), dan mengaku telah mendistribusikan alat hacking NSA yang dicuri sejak tahun lalu.
Sebelumnya, Senior Director Systems Engineering Asia Pasific Symantec, Sherif El-Nabawi, ransomware ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi perkembangannya menjadi masalah global. Namun, sisi lain ini merupakan bisnis yang sangat menggiurkan bagi pelaku kejahatan siber.
"Kami mengidentifikasi lebih dari 100 jenis malware baru yang dilepaskan ke dunia maya. Ini lebih dari tiga kali lipat jumlah yang teridentifikasi sebelumnya," kata Sherif.
Ini artinya, lanjut dia, telah terjadi peningkatan sebesar 36 persen dalam serangan ransomware di seluruh dunia. Tetapi, Amerika Serikat jelas berada di barisan terdepan para hacker sebagai negara target nomor satu. (ase)