Isu Pilkada DKI dan Demo Buruh Tak Pengaruhi Investasi

Deputi Pengendalian Investasi BKPM Azhar Lubis.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dusep Malik

VIVA.co.id – Di tengah perlambatan ekonomi dunia Presiden Joko Widodo terus mendorong agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh di zona positif. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah salah satunya mempercepat proses perizinan investasi langsung di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Langkah tersebut dilakukan pemerintah tentunya atas dasar bahwa upaya mendorong pertumbuhan ekonomi saat ini hanya bisa dilakukan oleh peningkatan investasi, khususnya Foreign Direct Investment (FDI). Sebab, perlambatan ekonomi nyatanya telah menurunkan pendapatan dari ekspor nasional dan menggerus penerimaan pajak.

Namun, di tengah upaya mengejar pertumbuhan ekonomi tersebut stabilitas nasional terus diguncang isu SARA, Korupsi e-KTP, hingga ke persoalan buruh yang terus berulang setiap tahunnya. Sehingga, dikhawatirakan memengaruhi minat investasi masuk ke Indonesia.

Belum lagi, tidak sinkronnya antara kebijakan perizinan pemerintah pusat dan daerah secara terang-terangan telah membuat kekhawatiran investor semakin meningkat. Di mana saat ini dengan adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) secara terpusat di BKPM, tidak banyak di ikuti komitmen daerah untuk ikut melaksanakannya.

Padahal, berdasarkan data BKPM hingga Maret 2017, komitmen investasi (sudah izin prinsip) yang berhasil dikumpulkan dari tahun ke tahun mencapai Rp4.200 triliun, sehingga jika terealisasi sepenuhnya tentu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap banyak tenaga kerja serta mengurangi angka kemiskinan.

Untuk mengetahui perkembangan sejumlah realisasi investasi dan proyek investasi apa saja yang telah berminat masuk ke Indonesia, VIVA.co.id, mewawancarai Deputi Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis, akhir pekan lalu di ruang kerjanya. Berikut petikannya.
   
Bagaimana menurut Anda rangkaian Pilkada langsung saat ini pengaruhi minat investasi ke RI?

Begini, sebetulnya terus terang investor datang kemarin tidak ada yang tanya soal Pilkada, dari Italy contohnya baru saja bertemu dengan saya dan tak ada tuh tanya soal Pilkada, jadi biasa-biasa saja. Itu hampir begitu kalau ada Pilkada, ada tentunya pro dan kontra, ini tidak hanya khas kita, coba lihat pemilu presiden di AS keras juga, kita tidak sangka AS kaya gitu, selesai itu sudah, itu pun biasa-biasa saja. Toh ini akan berulang ada Pilkada serentak lagi pada Juli 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019.

Jadi dari semua rangkaian itu kita mungkin akan terbiasalah, ternyata tidak ada apa-apanya dan berjalan biasa saja dan itu menandakan yang hangat hanya sebelum pencoblosan saja. Dan sekarang yang menang dan yang kalah sudah ketemu (Pilkada DKI Jakarta), kemudian ada pak Ahok dan Anies bertemua nyatakan apa programnya yang akan diakomodir di APBD-P, itu bagus. 

Dan, sekali lagi investor melihat investasi itu bukan sekarang, tapi melihat Indonesia dua hingga10 tahun ke depan, karena investasi yang mereka tanam itu jangka panjang. Dia bangun pabrik sekarang, produksi mereka 2-3 tahun mendatang. Dia melihat proyeknya 10-20 tahun lagi, jadi makanya perlu proyeksi-proyeksi dan pemerintah buat proyeksi lima tahun ke depan. 

Menurut Anda apakah dari semua rangkaian ini tidak ada kekhawatiran investor?

Oh khawatir itu pasti ada, khawatir rusuh pasti selalu ada, tapi mereka tidak ucapkan, hanya dalam hari mudah-mudahan tidak rusuh, dan ini tidak kejadian dan orang sekarang legalah, dan tidak takut ada anarkis, pemaksaan, eksodus, dan perusakan.

Termasuk demo besar kemarin tidak ada yang menahan investasi?

Demo besar selama itu tidak merusak itu biasa saja, kita dahulu demo buruh besar juga tuh, macet Jakarta tuntut upah tinggi, itu sudah biasa kita. Dan sekarang ini demo dalam sisi lain tapi sudah biasa asalkan tidak dengan merusak silakan saja, karena yang sibuk cuma Jakarta dan terfokus saja disatu titik sana, dan tidak ada seperti pondok indah, sehingga rasionalitas yang kita munculkan.

Selain itu, demo yang ada di Indonesia pun tidak seperti di Eropa, yaitu Jerman di mana kalau ada demo besar karyawan aktifitas ekonomi seperti Kereta Api, Bandara dan pertokoan lumpuh total. Sedangkan, demo kemarin bisa dilihat tidak adakan. Jadi yang saya maksudkan demo kita ini tidak menjadi satu masalah dan khas dari kita.

Selanjutnya... Kekhawatiran lain investor

*** 

Lalu sebenarnya, kekhawatiran Investor sebenarnya apa untuk masuk investasi ke RI?

Sebetulnya lagi-lagi yang dikeluhkan investor adalah konsistensi peraturan antara pusat dan daerah. Saya kemarin dengan APINDO menemukan bahwa izin di tingkat pusat sudah lancar, tetapi sekarang tidak ada yang bisa jamin perizinan di daerah bisa cepat, terlebih setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) di mana Menteri Dalam Negeri tidak bisa cabut Peraturan Daerah (Perda) bermasalah, dan harus lewat pengadilan. 

Padahal, sebelum ada keputusan itu Mendagri bisa cabut 3.000 Perda bermasalah, dan sekarang bagaimana? sehingga saya sangat berharap daerah evaluasi masing-masih aturanya, karena tanpa ada kegiatan usaha baru, investasi baru bagaimana kita harapkan serapan tenaga kerja, kurangi pengangguran, dan kurangi kemiskinan. 

Selain itu, Pemerintah Daerah juga harus rasional dalam permudah perizinan investasi karena rakyatnya ingin bekerja dan ekonomi berputar. Dan ini jadi kekhawatiran Investor karena di BKPM sudah bisa 3 jam, tapi izin lokasi, PBB masih di daerah dalam waktu lama sehingga investor belum bisa langsung bangun pabrik.

Untuk itu, BKPM menunggu daerah bisa melaksanakan hal yang sama karena itu tak rumit, dan tentunya tidak menuntut hal yang sama melainkan, cukup dengan aturan yang jelas seperti tiga hari atau seminggu tapi dengan SOP yang jelas dan ditepati, sehingga pengusaha bisa menyesuaikan. Dan satu lagi syaratnya pun harus jelas jangan sampai 1-10 tapi ada poin ABC dan C-nya ada anak-anaknya. Itu terlihat seperti tidak transparan.

Apakah sekarang masih banyak daerah yang persulit perizinan seperti itu?

Ada, tapi juga ada daerah yang juga sudah sangat bagus perizinannya, tentunya tidak dinafikan daerah belum mengimprovisasi diri. Misalnya kita (BKPM) sudah berikan izin prinsip tapi di daerah atau Bupati harus keluarkan izin prinsip lagi, dan kalau tidak ada izin prinsip itu tak ada izin daerah, macam kulonuwon (bahasa jawa), itulah.

Bahkan, ada daerah dengan pelimpahan kewenangan kepada PTSP sebetulnya itukan maksudnya memperpendek rantai, tapi nyatanya Bupatinya ini yang bikin repot. Jadi, kita mau sebetulnya sekarang siapkan sistem yang terintegrasi. Instansi di Indonesia banyak buat aplikasi dan kami buat aplikasi menyatukannya sehingga semua terintegrasi dan daerah bisa masuk. Namanya Sinkronisasi Integerasi dan koordinasi (SIK)

Bagaimana dengan sektor investasi yang masih masuk ke Indonesia?

Tetap industri pengolahan yang paling besar, walaupun sekarang kita lihat industri pengolahan, sumber daya mineral dan pertanian kan turun tapi itu masih besar. Sekarang kalau dilihat Sulawesi dan Kalimantan, yang terkait dengan mineral dan tambang itu masih. Kemudian pengolahan pertanian, CPO. Kemudian listrik, yang sekarang mungkin yang baru itu yang Jepara. Karena itu mereka baru financial close.

Selanjutnya... Negara terbesar investasi di RI

***

Investornya siapa dan dari negara mana saja?

Kan selalu kita tidak berekspektasi. Singapura pasti, Jepang mesti, Tiongkok mesti. Mungkin bisa Amerika Serikat, Belanda, Korea Selatan. Tidak ada tiba-tiba Arab Saudi datang. Nah seperti Korea itu, sudah ada rencana dia di Cilegon Rp4,5 miliar yaitu Lotte. Tapi belum. Tahun kemarin sudah beli tanah, Krakatau Steel. Jadi sudah deal, dibayar mereka. Tinggal sekarang perlu detail, dan mungkin butuh waktu satu tahun. Jadi bisa baru tahun depan baru konstruksi. 

Tapi paling besar investasi yang masuk tahun ini negara mana?

Tetap Singapura. Dan belum ada negara lain jika kita melihat berdasarkan data komitmen investasi yang masuk. Di mana pada 2015 komitmen investasi masuk ada Rp1.800 triliun lebih, lalu pada 2016 ada 2.000 triliun lebih, dan sampai Maret 2017 ada Rp420 triliun pipeline. Lalu, kalau dijumlahkan ada Rp4.200 triliun belum terealisasi.

Kalau 50 persen dari seluruh komitmen investasi itu masuk, dampak bagi perekonomian seperti apa?

Komitmen investasi tahun 2016, itu belum tentu di tahun ini di realisir. Tergantung besarnya project. Batang itu sudah lama. Jadi mungkin ada satu proyek, tanahnya sudah, tapi proyeknya tahun 2019 muncul konstruksi. Kaya Batang itu lama. Pembebasan lahan itu lama, dan baru tahun ini konstruksi. Jadi bisa bertahap. Mungkin saja yang realisasi
tahun ini itu yang sudah komitmen sejak 2013 atau 2014. Tapi, mereka mau investasi. Minat itu besar. 

Investasi itu adalah sumber kedua terbesar kepada pertumbuhan. Setelah konsumsi, ada PMTB itu antara 32-35 persen. Yang ketiga itu government expenditure sekitar 9 persen. Keempat, ekspor dan impor. Jadi kalau konsumsi bisa naik, kalo masyarakat punya penghasilan, baru daya beli mereka naik. Penghasilan mereka itu ada kalau mereka punya pekerjaan. Pekerjaan itu darimana kalau ada investasi. Efeknya begitu. Ada investasi katakanlah di Boyolali, bisa menyerap 10 ribu tenaga kerja. Bayangkan kemudian efeknya ke daerah. Berapa banyak muncul
warung makan, tempat kos, usaha catering, transportasi. Efeknya sangat besar. Ini seharusnya yang dipikirkan daerah.

Jadi terkadang itu sering kita dengar. ‘Enak saja pengusaha itu. Keenakan dia dimudahkan terus. Enak di dia, kita dapat apa’. Nah sebetulnya, ada pertumbuhan ekonomi dia dapat pajak. Industri muncul, NJOP naik. PBB naik. Kan begitu. Kadang-kadang kalau datang investasi, ‘berapa triliun? Kok tidak ke kita menetes?’ kan bukan seperti itu. Larinya ke pajak daerah, hiburan, makanan.

Presiden kemarin kecewa dengan kedatangan Raja Arab, karena nilai investasi yang terlalu kecil?

Bukan kecewa. Saya memaknai ucapan Presiden itu adalah, ini antara komitmen sama dengan komitmen. Rencana sama rencana yang belum tentu terealisir. Di sana, let say US$25 miliar, di sini cuma US$8 miliar. Tapi jangan lupa, Arab Saudi datang ke China itu untuk menjual saham IPO Aramco. Jangan lupa itu. Justru mau menyedot uang dari China, karena mau jual saham. Kalau mereka jual saham di situ, perusahaan China beli saham di situ. Hati-hati loh.

Jadi Arab Saudi tidak investasi dong di sana?

Makanya saya bilang hati-hati. Yang perlu kita cermati adalah minat yang sudah ada. Yang sudah di MoU itu yang perlu kita realisasikan, yang sama Aramco itu. Setahu saya itu yang besar. Saya kurang tahu listnya, saya belum pernah liat dan belum ada pengajuan permohonan investasi. Itu sebetulnya MoU ke MoU. Kesepakatan awal.

Jadi belum izin prinsip ya?

Belum. Ada yang bilang, ‘Hey kita ini dibandingkan komitmen (investasi) di China itu kecil.’ Nah, yang kecil ini direalisir dong. Jadi sebetulnya, antara rencana ke rencana. Jangan yang kecil tidak direalisir. Harusnya kita yang aktif. Jangan kita bos besar nunggu. Ini seharusnya pihak-pihak seperti Pertamina yang harusnya yang mendekati terus kepada Aramco. Bagaimana? Apa lagi yang diperlukan? Studi apalagi? Ini kan masih banyak tahapan selanjutnya. (adi)