Pengaruh Normalisasi Moneter AS Terhadap Gerak Rupiah
- REUTERS/Iqro Rinaldi
VIVA.co.id – Bank Indonesia menegaskan, rencana normalisasi moneter yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian negara berkembang. Namun, selama fundamental ekonomi dalam negeri tetap terjaga, maka hal itu tidak perlu dikhawatirkan.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo memandang, pengetatan kebijakan moneter tersebut, bisa menggiring balik arus modal asing ke negeri Paman Sam. Ketika itu terjadi, secara tidak langsung akan membuat dolar AS perkasa terhadap mata uang negara lain.
"Secara perlahan, kepemilikan daripada surat berharga yang selama ini ditahan oleh Fed akan dilepas. Akan diserap likuiditasnya kembali ke bank sentral," ujar Dody di Jakarta, Kamis 20 April 2017.
Total surat berharga yang dimiliki The Fed saat ini US$4,5 triliun, sebanyak US$3,5 triliun di antaranya dalam bentuk surat berharga AS. Sementara sisanya, berbentuk surat utang beragun properti. Rencananya, normalisasi akan dilakukan secara bertahap.
"Jadi secara logika, akan ada pengurangan likuiditas valuta asing secara global, tergantung seberapa besar jumlah yang dilepas. Tentu mekanisme, strategi, kami belum dengar dari The Fed," katanya.
Kendati dolar Paman Sam akan terserap ke dalam sistem moneter di AS, Indonesia masih menjadi destinasi menarik bagi para investor menempatkan dananya. Namun dengan catatan, fundamental ekonomi nasional tetap terjaga.
"Indonesia masih cukup diminati dalam konteks imbal hasil yang diperoleh (investor). Selama fundamental masih dijaga, tetap akan ada aliran dana masuk ke negara berkembang," ujar Dody.