Ada Bandar Besar Bikin Harga Cabai Rawit Merah Melambung
VIVA.co.id – Kementerian Pertanian angkat suara bahwa indikasi permainan harga oleh para oknum pengepul besar untuk cabai rawit merah terjadi mulai Desember 2016 lalu.
"Terindikasi, mereka dapat order sejak Desember, dengan harga Ro180 ribu per kg (kilogram)," kata Direktur Jenderal Holtikultura, Kementerian Pertanian, Spudnik Sujono di Audirorium Kementan Jakarta pada Senin 6 Maret 2017.
Menurutnya, naiknya harga cabai rawit merah dimulai pada 4 Januari 2017, di mana harga naik cepat dari Rp25 ribu per kg menjadi Rp80 ribu per kg.
Ia mencurigai, adanya mufakat bersama antarperusahaan pengepul besar untuk menjaga harga tetap tinggi, terutamanya di kawasan Jakarta sebagai barometer harga pangan nasional.
"(Pasar Induk) Cibitung, Bekasi, dan Tanah Tinggi, Tangerang itu pasokan stabil 40 ton per hari. Yang menarik, kenapa (pasar induk) Kramat Jati (pasokan) rendah? Padahal, jadi pusat sentral pasokan. Saya melihat, ada indikasi yang sedikit aneh," ujarnya.
Menurut Spudnik, masalah dimulai di pengepul besar, bukan berada di tingkat petani. Lantas, ia membeberkan kecurigaan bahwa ada pengepul besar di sentra-sentra produksi cabai rawit merah, seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, dan juga Nusa Tenggara Timur.
"Jadi, bahasa saya itu bandar besar. Sentra-sentra itu semua ada bandar. Setiap bandar itu punya kaki tangan lagi. Kalau menurut saya, bandar di Jatim, pasti ada kaki tangan di Kediri, Blitar. Pasti ada turunannya," kata dia.
Kecurigaannya terhadap adanya mufakat jahat ini, ditunjang karena ada enam perusahaan yang memesan cabai rawit merah kepada perusahaan pengepul besar seharga Rp180 ribu per kg.
"Tidak salah, pedagang itu tidak salah. Yang salah itu, kalau ada mufakat bersama. Ini bukan nimbun, tetapi sepakat untuk menjaga harga di tinggi tadi. Sehingga, hari ini pun susah," tutur Spudnik.
Ia menghitung untung pedagang normalnya tidak mungkin sampai Rp80 ribu per kg. Misalnya, harga nasional Rp12 ribu per kg, faktor iklim membuat Rp30 ribu per kg. Untungnya kurang lebih hanya 40 persen.
"Kita niatnya baik, bagaimana harga tidak diganggu dimainkan. Ini jadi pembelajaran. Saat ini kerja sama kementan dengan kemendag semua sudah bergerak," katanya.
Seperti diketahui pada Jumat lalu, Kasubdit Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Hengki Hariyadi, mengungkapkan sejauh ini Polri mendeteksi ada enam perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan tindak pidana perdagangan cabai rawit merah.
Enam perusahaan yang dimaksud beberapa di antaranya ada yang berlokasi di DKI Jakarta, namun ada pula perusahaan yang berlokasi di luar Jakarta. (asp)