Pelanggaran Freeport dan Pemerintah Dinilai Sama-sama Berat
- REUTERS/Muhammad Yamin
VIVA.co.id – Freeport McMoran sebagai induk usaha PT Freeport Indonesia berencana akan melakukan Arbitrase ke Badan Hukum Internasional terkait persoalan penghentian izin ekspor konsentrat tembaga yang ada di tambang Grasberg Indonesia. Arbitrase akan dilakukan jika dalam waktu 120 hari sejak penghentian ekspor, negosiasi tak kunjung menemukan hasil yang memuaskan kedua belah pihak.
Pengamat Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, mengungkapkan peluang kemenangan pemerintah dan Freeport jika diadu dalam sidang Arbitrase akan sama kuat. Sebab, kata dia, selain Freeport yang melakukan pelanggaran, pemerintah juga tak luput dari kesalahan.
"Saya sih melihat, karena pemerintah ada potensi pelanggaran juga, (potensi pemerintah menang) fifty-fifty. Pemerintah juga ada titik celah dengan sepihak mengubah IUPK, kemudian melarang ekspor. Di sisi lain juga Freeport banyak punya potensi pelanggaran," kata Redi usai Diskusi di Jakarta, Selasa 21 Februari 2017.
Redi menguraikan, kesalahan Freeport diantaranya adalah tidak kunjung melakukan divestasi saham sebesar 30 persen sebagaimana diamanatkan dalam Kontrak Karya (KK) pasal 24. Faktanya, saat ini Freeport baru melakukan divestasi sahamnya sebesar 9,36 persen.
"Potensi pelanggaran (Freeport) yang kedua adalah, bahwa di pasal 10 kontrak karya itu perusahaan berdasarkan posisi antara Freeport dan pemerintah akan membangun pabrik bijih (smelter) asalkan penilaian bersama ekonomis. Faktanya sampai saat ini enggak terbangun," ujar Redi.
Tak hanya itu, lanjut dia, pelanggaran ketiga yang dilakukan Freeport, tertera di pasal 23 ayat 2 Kontrak Karya yang mengatur bahwa perusahaan dari waktu ke waktu harus mentaati hukum nasional Indonesia. "Faktanya, ada kewajiban bagi Freeport menyesuaikan kontrak karya dengan UU Minerba juga enggak dilakukan. Kewajiban PNBP, dan lain-lain nggak dipenuhi. Itu berbagai macam potensi pelanggaran yang dilakukan Freeport," kata Redi.
Maka dari itu, sambung dia, penentuan menang tidaknya Freeport atau pemerintah dalam sidang Arbitrase tergantung bagaimana argumentasi yang dilemparkan dalam persidangan. Pemerintah Indonesia dinilai saat ini harus menyiapkan tim hukum yang kuat.
"Tapi, pemerintah jangan takutlah. Kita pernah menggugat Newmont untuk kewajiban divestasi saham. Kita menang. Newmont kemudian dihukum oleh arbitrase. Kita juga digugat oleh Churcill Mining. Kita juga menang," ujar Redi. (ren)