OJK Tuai Pujian Bankir Soal Kampanye Amnesti Pajak
- REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id – Masa jabatan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2012-2017 akan segera berakhir pada 20 Juli 2017. Selama lima tahun menjabat, berbagai program dan kebijakan sudah dikeluarkan untuk membangun OJK menjadi otoritas disektor jasa keuangan yang bisa dipercaya.
Para bankir menilai kebijakan yang dikeluarkan OJK baik untuk pengembangan industri perbankan ke depan. Hal ini sangat penting karena begitu banyak inovasi produk dan layanan yang sangat potensial dikembangkan di tanah air.
Program pendalaman pasar di sektor perbankan juga sangat ditentukan oleh instrumen perbankan atau sektor keuangan yang ditawarkan perbankan.
CEO Citibank Indonesia, Batara Sianturi, mengungkapkan sejak dia kembali ke Indonesia, dia langsung merasakan kinerja dan peran OJK . Menurutnya, jajaran komisioner OJK sangat mengerti industri keuangan yang dikelolanya melalui intensitas komunikasi antara OJK dan perbankan yang dibangun sejak peralihan pengawasan sektor perbankan dari Bank Indonesia pada 2014.
"Kami berkomunikasi sangat sering sekali. Otoritas sangat mengerti industri ini. Komunikasi ini baik untuk pengembangan industri dalam inovasi produk dan layanan,” ujar Batara dikutip dari keterangan resminya, Jumat 17 Februari 2017.
Dia mengatakan salah satu bagian komunikasi OJK yang paling signifikan adalah saat mengelola dana tax amnesty sejak tahun lalu. Dana tax amnesty membutuhkan produk inovatif yang harus dikembangkan industri dalam waktu singkat.
"OJK sangat membantu dalam mengembangkan produk inovatif yang dibutuhkan untuk mengelola dana tax amnesty. Para nasabah harus dilayani dengan baik sehingga nyaman. Ke depannya juga masih banyak inovasi produk dan layanan yang bisa terus dikembangkan," ujarnya.
Hal senada diakui Vice President Director PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk Luianto Sudarmana yang mengatakan, keberadaan OJK sangat dirasakan manfaatnya oleh perbankan yang beroperasi di Indonesia. Menurutnya keunggulan OJK adalah komunikasi mengenai aturan yang akan diluncurkan selalu didiskusikan terlebih dulu.
"Sebelum mengeluarkan peraturan kita selalu bisa bertanya dan dapat berdiskusi dengan OJK dan OJK mengakomodasi kebutuhan pelaku industri apa keinginan atau bagaimana kapasitas bank tersebut. Sangat bagus sekali,” ujar Luianto saat dihubungi di Jakarta.
Dia menjelaskan, OJK juga sangat logis dalam melakukan penilaian Rencana Bisnis Bank (RBB) setiap akhir tahun, karena setelah diserahkan OJK akan melakukan penilaiannya. Apakah target pertumbuhan yang dicantumkan itu masuk akal atau tidak.
"Dalam proses akuisisi atau merger yang kami lakukan juga tidak lepas dari komunikasi yang baik dengan OJK. Kami tidak pernah memiliki keluhan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Total aset perbankan sampai Desember 2016 mencapai Rp6.730 triliun meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen di Desember 2014 menjadi 22,91 persen pada Desember 2016.
Rasio modal inti (tier 1) juga meningkat dari 18,01 persen pada 2014 menjadi 21,18 persen pada akhir 2016. Meningkatnya CAR dan modal inti menunjukkan membaiknya kualitas bank dalam menyerap risiko-risiko yang muncul.
Di sisi lain, likuiditas perbankan juga berada dalam posisi yang membaik dengan melihat rasio loan to deposit (LDR) yang mencapai 90,70 persen atau meningkat dibanding posisi Desember 2014 sebesar 89,42 persen. (ren)