Holding Bukan Satu-satunya Cara Kelola BUMN
- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id – Wacana mengenai pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara masih menjadi perdebatan di sejumlah kalangan. Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai pembentukan holding BUMN itu sebenarnya tidak efisien dalam upaya menata perusahaan-perusahaan pelat merah di Indonesia.
"Nanti ini holding, all in goal-nya adalah super holding. Sebetulnya, Kementerian BUMN itu sendiri sudah super holding. Saya rasa tidak ada satupun teks di mana pun yang mengatakan holding adalah satu-satunya cara menata BUMN kita," ujar Faisal di Jakarta, Senin, 6 Februari 2017.
Faisal mencontohkan, holding antar bank misalnya, d imana PT Danareksa menjadi induk holding sektor pembiayaan. Menurutnya, dengan adanya holding tersebut pun tetap tidak akan terjadi sinergitas antar bank.
"Bank itu kalau mau besar, pemerintah kasih sebesar-besarnya buat rakyat. Sekarang bank di Indonesia itu paling besar Bank Mandiri, tapi kalau di ASEAN nomor 11. Tapi kalau Mandiri dan BNI digabung, itu langsung di nomor tujuh. Bunganya bisa turun, bunga KPR juga bisa turun. Persoalannya gini, kalau Danareksa jadi induk, BNI dan segala macamnya jadi anggota, dia enggak beli lagi KPR," ujarnya.
Persoalan lainnya adalah induk dari holding BUMN ini harus 100 persen dimiliki pemerintah. Dengan adanya polemik saat ini, Faisal menegaskan bahwa masalah sebenarnya ada di pimpinan BUMN itu sendiri.
"Secara logika dasar saja bertentangan. Danareksa urusannya kan sama sekuritas, kecil sekali. Itu tidak ada di buku teks, adanya di buku Rini Soemarno sendiri. Banyak orang yang mengatakan sumber masalahnya itu ya di Rini Soemarno, kok," kata Faisal. (ase)