RI Lirik Kelompok Perdagangan Bebas di Luar TPP
- Anwar Sadat/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini meneken surat perintah atas mundurnya AS dari perjanjian perdagangan Trans Pacific Partnership. Keputusan ini sejalan dengan janji kepala negara dari Partai Republik tersebut saat masa kampanye pada tahun lalu.
Lantas, apakah Indonesia masih berminat untuk bergabung dalam blok perdagangan tersebut, tanpa kehadiran AS?
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Trikasih Lembong, mengatakan, Indonesia akan melakukan negosiasi perdagangan bebas dengan sejumlah kelompok perdagangan.
"Kami tetap komitmen untuk meraih perjanjian dengan CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement)," kata Thomas dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu 25 Januari 2017.
Thomas mengatakan, selain mengejar CEPA, pemerintah Indonesia pun ikut mengejar perjanjian European Free Trade Association, atau Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa. Asosiasi ini yang beranggotakan negara-negara seperti Swiss, Norwegia, Islandia, hingga Lichtenstein. Menurut dia, perjanjian perdagangan tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Kalau jadi, itu bisa menjadi perjanjian perdagangan bilateral pertama Indonesia sejak 10 tahun terakhir. Kami akan lihat, sambil terus memonitor perkembangan TPP," katanya.
Thomas mengungkapkan, menteri perdagangan Australia beberapa waktu lalu telah mengajak Indonesia untuk ikut bergabung dalam pakta perdagangan bebas negara kawasan tersebut. Ia lalu merespons dengan mengatakan, Indonesia tetap membuka diri, dan tetap mengintip peluang yang ada.
"Saya kira, saya akan tetap terbuka untuk berdialog," ujarnya.
Manfaatkan peluang
Thomas memandang, kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan Trump sebagai pemimpin AS memang berpotensi mengubah struktur perekonomian dunia. Dalam beberapa hari terakhir, tercatat Trump telah merealisasikan sejumlah janji-janji pada masa kampanye.
Bagi Indonesia, kata dia, tentu harus jenius dalam memanfaatkan peluang yang ada, misalnya terhadap penguatan dolar AS dan sektor pariwisata.
"Kalau dolar menguat, rupiah melemah, barang kita jadi murah. Saya bersama Menteri Pariwisata (Arief Yahya) telah berkomitmen untuk menggenjot pariwisata. Kita harus ekstra cekatan dalam memanfaatkan peluang baru dari tren yang ada," katanya. (art)