Tak Berasuransi, ABK Kini Tak Boleh Melaut
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Guna mengantisiasi upaya perdagangan manusia dan kasus-kasus pelanggaran hak azasi lainnya yang marak terjadi di industri perikanan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2017, tentang Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, inti dari Permen KP No.2/2017 itu adalah untuk memastikan aspek keamanan dan kelayakan hidup para Anak Buah Kapal (ABK), sebagai syarat diberikannya izin tangkap di perairan Indonesia.
"Jadi, semua curicullum vitae dan izin tangkap (kapal) ikan di atas 30 GT (gross tonnage) itu, seperti misalnya harus mengasuransikan ABK-nya, tidak boleh bertindak semena-mena, dan tidak melanggar HAM. Tanpa itu, tidak akan ada izin tangkap," kata Susi di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa 24 Januari 2016.
Susi mengatakan, kasus pelanggaran HAM seperti yang pernah terjadi di Benjina pada 2015 silam, merupakan peringatan penting yang harus dicermati pemerintah, terkait masih maraknya pelanggaran HAM di industri perikanan nasional.
Karena itu, setelah berhasil menyelamatkan dan memulangkan ribuan ABK asal Myanmar di Pulau Benjina, Susi pun berharap, agar para ABK asal Indonesia yang terjerat kasus serupa di kapal-kapal asing juga bisa diselamatkan oleh para petugas dari negara-negara lain.
"Kemarin di Benjina, kita bebaskan 1.152 ABK asal Myanmar, dan sudah kita pulangkan ke negerinya. Maka, kita harapkan di peluncuran buku ini, yang terjadi kepada para WNI di luar negeri juga bisa diselesaikan dengan cara seperti yang kita lakukan untuk orang-orang di Benjina," ujarnya. (asp)