Pelanggaran HAM di Industri Perikanan RI Sistematis

Para ABK asing yang diduga korban perbudakan di Benjina beberapa waktu lalu
Sumber :
  • VIVA.co.id/Angkotasan

VIVA.co.id – Fakta mengenai maraknya kasus perdagangan orang dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya di industri perikanan Indonesia, sebelumnya tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.

Kepala Misi International Organization for Migration (IOM) Indonesia, Mark Getchell mengatakan, berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan lebih dari 1.100 korban perdagangan orang, menunjukan bahwa pola pelanggaran HAM yang terjadi selama ini sangat sistematis dan masif.

Sehingga, sejumlah bentuk tindak kriminalitas mulai dari pemalsuan dokumen hingga pembunuhan, menjadi tidak terendus oleh tangan-tangan hukum di samping tumpang tindihnya peraturan yang dinilai turut melanggengkan praktik tersebut.

"Kita patut mengapresiasi pemerintah atas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah, yang menyebabkan perdagangan orang dan eksplotasi tenaga kerja seperti yang kami sebutkan dalam laporan ini," kata Mark di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa 24 Januari 2016.

Mark mengaku bersyukur pihaknya bisa bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini diwakili Kementerian Kelautan dan Perikanan, sehingga bisa ikut memastikan pemberantasan kasus-kasus pelanggaran HAM di Industri perikanan nasional.

"Bekerja dengan pemimpin industri merupakan cara yang paling tepat untuk memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja, dan memastikan jika Indonesia dapat mengambil manfaat ekonomi atas sumber daya maritim yang begitu luar biasa secara berkelanjutan," ujarnya.

Diluncurkan secara resmi hari ini, 'Laporan Mengenai Perdagangan orang, Pekerja Paksa, dan Kejahatan Perikanan', merupakan satu-satunya laporan yang disusun berdasarkan pengalaman langsung dari para saksi mata yang menjadi korban perdagangan orang di kapal.

Penelitian ini merupakan hasil kerja sama antara lOM Indonesia dan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara llegal (SATGAS 115) Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta bantuan dari Universitas Indonesia dan Coventry University.

Sejumlah temuan dari laporan ini meliputi:

1). Penipuan yang sistematis dan terstruktur dalam praktek rekrutmen dan eksploitasi ABK dari berbagai negara di Asia Tenggara.

2). Berbagai pernyataan dari saksi mata mengenai kekerasan dan pembunuhan di laut, serta membuang jasad secara ilegal.

3). Kasus eksploitasi tenaga kerja (memaksa ABK untuk bekerja lebih dari 20 jam per hari).

4). Berbagai bentuk tindakan melawan hukum, diantaranya: mematikan transmitter kapal, menggunakan peralatan yang dilarang dan membahayakan, trans shipment ilegal, pemalsuan dokumen dan log book

5). Tumpang tindih peraturan perundangan yang mengakibatkan ketidakjelasan tanggung jawab institusi pemerintah, terkait dengan pengawasan rekrutmen tenaga kerja, kondisi kerja, perusahaan perikanan, agensi perekrutan, dan kapal.

Selain mendorong pemerintah untuk melakukan audit HAM (yang telah direspons melalui peraturan yang diluncurkan hari ini), laporan ini menyimpulkan bahwa masih dibutuhkan ketelitian lebih dalam upaya merekam pergerakan kapal di perairan Indonesia.

Kemudian, diperlukan juga pelatihan HAM dan Illegal Unregulated And Unreported (IUU) Fishing, inspeksi di pelabuhan dan kapal di laut, perampingan peraturan pemerintah, dan pembentukan sebuah jaringan berbasis pelabuhan untuk memudahkan para pelaut menghubungi keluarga, melaporkan adanya kekerasan, dan mencari perlindungan.