Kesenjangan Kesejahteraan di RI Sulut Konflik Sosial

Ilustrasi Kemiskinan, Penghuni Pinggiran Rel Kereta Api
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Konflik berwarna politik dan cenderung SARA yang berkembang belakangan ini, pada dasarnya adalah dampak sosial dari kesenjangan kesejahteraan masyarakat Indonesia. 

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani menilai, gap (ketimpangan) antara kaya dan miskin di Indonesia menjadi dasar penyulut isu konflik yang saat ini berkembang, mulai dari isu agama maupun ras. 

Seperti diketahui, konflik agama terkait dugaan penistaan agama yang dilayangkan ke calon Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok sejak tahun lalu. Bersamaan dengan bergulirnya kasus tersebut yang telah masuk ranah pengadilan, memantik juga isu terhadap ras Tionghoa. 

"Jadi, kaitannya dengan Tionghoa itu lebih kepada keturunan Tionghoa, dipandang lebih mapan di Indonesia. Dijadikan isu pribumi dan non pribumi," ungkapnya kepada VIVA.co.id pada Selasa 24 Januari 2017.

Ia berharap, isu tersebut tidak terus berkembang yang dapat membuat tragedi Mei 1998 terkait ras Tiongkok terulang kembali. "Tapi isu SARA-nya apakah sampai ke isu seperti kejadian 1998? Kita tentu saja tidak ingin hal itu terulang kembali ya. Kalau sampai ke situ jelas akan pengaruhi investasi," ucapnya. 

Lantas untuk mencegah hal itu terjadi, ia mengatakan harus mengupayakan gini ratio (angka kesenjangan pendapatan masyarakat) Indonesia semakin berkurang, dengan fokus mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Menurutnya, dengan begitu dapat memberikan multiplayer effect untuk pengurangan ketimpangan kesejahteraan masyarakat Indonesia. "Sehingga, persoalan gap kaya miskin bisa kita atasi bersama. Pemerataan ekonomi ini yang bisa membantu sosial impact yang begitu besar antara kaya miskin ini," tuturnya. 

Badan Pusat Statistik mencatat pada Maret 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio adalah sebesar 0,39. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2015 yang sebesar 0,40.