KPK Lanjutkan Usut Kasus Pajak BCA

BCA Klaim Tidak Melanggar Peraturan Perpajakan
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Agus Rahardjo, memastikan KPK kembali mengusut kasus dugaan korupsi terkait pajak PT Bank Central Asia Tbk. Menurut Agus, itu adalah pekerjaan rumah yang tertunda. 

"Itu kan termasuk utang kami ya," kata Agus kepada wartawan, Rabu, 6 Desember 2016.

Untuk merealisasikan itu, kata Agus, KPK harus mempelajari lebih dulu putusan pengadilan terkait 
mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Purnomo. Mantan Kepala LKPP ini berjanji tak menghentikan kasus ini. 

"Bisa saja itu setelah kami pelajari (dilanjutkan)," kata Agus.

Mahkamah Agung (MA) sebelumnya menolak peninjauan kembali yang diajukan KPK atas putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menggugurkan status mantan Ketua BPK, Hadi Purnomo, tersangka korupsi pajak terhadap PT Bank Central Asia Tbk. 

Hadi diduga memerintahkan Direktur PPH Ditjen Pajak agar mengubah kesimpulan keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk atas transaksi Rp5,7 triliun, dari semula menolak keberatan BCA menjadi menerima.

Pada 17 Juli 2003, BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi non-performing loan (NPL) sebesar Rp5,7 triliun kepada Direktorat PPH. Selanjutnya, pada 13 Maret 2004, mengirim surat kepada Dirjen Pajak, keberatan BCA ditolak.

Pada 18 Juli 2004, Hadi Purnomo selaku Dirjen Pajak, melalui nota dinas memerintahkan Direktur PPH agar mengubah kesimpulan. Dia meminta, dari semula ditolak agar diubah, menjadi seluruh keberatan BCA diterima.
Pada saat yang sama, Hadi Purnomo menerbitkan Surat Keputusan Dirjen Pajak yang menerima seluruh keberatan wajib pajak BCA. 

Setelah mengirim nota dinas, Dirjen Pajak tidak memberi waktu bagi Direktur PPH untuk mengkaji kembali, karena itu Dirjen Pajak langsung menerbitkan SK menerima seluruh keberatan BCA.

Hadi yang sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, akhirnya lolos dari jeratan hukum setelah MA menolak PK yang diajukan jaksa KPK pada persidangan 16 Juni  2016 lalu.

Majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Salman Luthan tidak menerima permintaan jaksa karena sesuai putusan MK dan pasal 263 ayat 1 KUHAP, yang berhak mengajukan praperadilan hanya terpidana dan ahli warisnya.

Dalam putusan sidang praperadilan, Hakim Haswandi memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan kasus Hadi Poernomo. Padahal, KPK tidak mempunyai kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan. (ase)