Aksi Para Menteri Keuangan Ini Selamatkan Ekonomi RI

Mantan Wakil Presiden Bpediono dalam diskusi APBN di Kementerian Keuangan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Chandra G. Asmara

VIVA.co.id – Setiap Menteri Keuangan Republik Indonesia memiliki kenangan tersendiri selama menjabat sebagai Bendahara Negara. Tak terkecuali, bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri.

Pada rentang 2005-2010, Sri Mulyani Indrawati menerima jabatan sebagai Menkeu, menggantikan Boediono. Pada waktu itu, tugas utama Bendahara Negara adalah bagaimana membangun neraca keuangan Indonesia.

“Kalau pak Boediono membuat pondasi, kami menyusun pertama kali neraca keuangan Republik Indonesia,” jelas Ani, sapaan akrab Sri Mulyani Indrawati dalam sebuah seminar di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu 30 November 2016.

Ani pun menunjuk beberapa koleganya, pada saat menyusun neraca keuangan Indonesia. Misalnya, seperti Sekretaris Jenderal Hadiyanto, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sony Loho, dan Direktur Jenderal Anggaran Askolani.

Kemudian, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Marwanto, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo, bahkan sampai dengan Muhammad Chatib Basri, yang pada saat itu merupakan staf khusus dari Sri Mulyani.

“Saya ingat, yang duduk di depan ini semuanya dahulu masih di Eselon II dan Eselon III. Mereka yang sebetulnya bekerja siang malam untuk menyusun batu-batu itu supaya jadi neracanya,” ujarnya.

Bahkan, di depan Boediono, Ani mengaku bahwa pada saat itu yang mengerti seluk beluk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanyalah Marwanto dan Boediarso Teguh Widodo. Ani pun melontarkan candaannya.

“Kami dahulu sampai becanda. Kalau pak Boediarso tidak masuk kantor, dan tidak ketabrak… semoga tidak terjadi… Itu selesai. File semua hilang pak Boed. Itu luar biasa. Bagaimana kita mengelola suatu institusi dulu,” katanya.

Cerita unik lain diungkapkan oleh mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014, Muhammad Chatib Basri. Ia mengaku pernah berpikir, bahwa menjadi seorang Bendara Negara merupakan pekerjaan yang tidak sulit. Namun, kenyataannya berkata lain.

“Saya selalu mengatakan kepada Eselon I, kalau ada berita buruk, saya harus mendapatkan informasi yang paling pertama. Kalau berita bagus, tidak apa-apa nanti saja,” katanya.

Lucunya, kabar yang diterima oleh Ash Centre Senior Fellow Harvard Kennedys School itu justru selalu mendapatkan kabar buruk para jajaran Eselon I Kemenkeu. Meski begitu, ini akhirnya dipergunakan Chatib untuk memitigasi berbagai risiko yang menghampiri.

“Hampir saban hari, pak Marwanto dan pak Askolani setiap mau ketemu saya, yakin pasti ada problem. Tetapi, saya akhirnya melakukan stress test untuk memitigasi. Kalau (hasil stress test) bisa survive (bertahan), kita bisa tidur dengan tenang,” ungkap Chatib. (asp)