Bos Indosat: Interkoneksi Itu Perang Simbol Bukan Angka
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id – President Director dan Chief Executive Officer PT Indosat Ooredoo Tbk, Alexander Rusli, mengungkapkan, interkoneksi itu bukan perang angka. Menurutnya, interkoneksi tersebut merupakan perang simbol.
Pernyataan Alex tersebut terucap untuk meminta tanggapan soal kabar akan ditetapkan tarif interkoneksi yang terbaru pada hari ini, Rabu 2 November 2016. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beserta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) akan mengetuk palu tarif interkoneksi penurunan 26 persen.
Seperti diketahui, penurunan tarif interkoneksi ini menggunakan 18 skenario dengan skema perhitungan simetris. Dengan demikian, panggilan offnet atau ke lintas operator nantinya dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menitnya.
"Belum ada (pemberitahuan penetapan tarif interkoneksi)," ujar Alex ditemui usai pengumuman pemenang IWIC ke-10 di Kantor Pusat Indosat, Jakarta, Rabu 2 November 2016.
Alex kemudian menceritakan, sekitar dua minggu lalu, semua operator dipanggil dan ditanya soal sikapnya dalam tarif interkoneksi. Pada pertemuan tersebut, dia mengungkapkan, operator tidak satu suara mengenai tarif interkoneksi.
"Ya sama seperti sebelumnya. Setelah tidak ada kesepakatan di antara operator, tinggal mekanisme yang ada, pemerintah yang mengambil keputusan. Tapi, kami tidak tahu keputusannya seperti apa," ucap Alex.
Di samping itu, Alex menyakini, akan ada perubahan tarif interkoneksi yang terbaru. Meskipun, kata dia, perubahan tersebut tidak akan berdampak pada angka, baik untuk operator besar atau pun kecil.
"Ini simbol kompetisi interkoneksi. Semua tahu yang diribut itu soal voice, (padahal) yang pakai voice sedikit, sudah enggak banyak lagi. Di suatu negara untuk mendorong kompetisi, ya interkoneksi direndahkan. Ini perang simbol, bukan angka karena voice semakin menurun," tuturnya.
Alex memastikan, pelanggan yang menggunakan layanan voice sudah berangsur-angsur menurun dan penggunaan data sudah semakin tumbuh. "Voice dan SMS memang kalau digabung masih dominan, tapi sekarang voice tidak dominan, melainkan data," tutur dia.