Kuartal III, Bank Permata Jaga Permodalan
- Istimewa
VIVA.co.id – PT Bank Permata Tbk (PermataBank) mencatatkan pertumbuhan laba operasional sebelum pencadangan sebesar empat persen year on year dan berhasil menjaga tingkat permodalan yang kuat pada periode sembilan bulan yang berakhir 30 September 2016 (konsolidasi dan sebelum audit).
“Kami bangga dapat mengumumkan keberhasilan dalam meningkatkan laba operasional sebelum pencadangan yang didorong oleh penguatan pendapatan non-bunga. Hal ini merupakan indikasi yang kuat bahwa bisnis utama kami tetap berjalan dengan baik, meskipun menghadapi tekanan ekonomi makro khususnya di sektor komersial,” kata Direktur Utama PermataBank, Roy Arfandy, dalam keterangan tertulisnya, Kamis 27 Oktober 2016.
PermataBank membukukan kenaikan laba operasional sebelum pencadangan sebesar empat persen yoy dari Rp2,8 triliun tahun lalu menjadi Rp2,9 triliun pada akhir kuartal ketiga tahun ini.
Kenaikan tersebut didorong oleh pertumbuhan pendapatan non bunga sebesar 21 persen yoy, didukung oleh performa bank yang kuat di Global Markets, Bancassurance dan Wealth Management, serta didorong pula oleh kontrol biaya operasional yang baik.
Pada kuartal ini, bank juga kembali mengalokasikan beban pencadangan dalam jumlah signifikan, yang menyebabkan dicatatkannya kerugian bersih sebesar Rp1,2 triliun. Sesuai prinsip kehati-hatian, Bank mengalokasikan beban pencadangan sesuai kebutuhan demi memastikan bahwa portofolio pinjaman dan neraca keuangan tetap aman terjaga.
“Bank juga terus menjalankan strateginya untuk memperkuat landasan pertumbuhan Bank, termasuk dengan memperkuat permodalan dan menjaga kesehatan likuiditas. Salah satu pencapaian kami pada kuartal ini ialah PermataBank berhasil mencatatkan Modal Inti Utama (Common Equity Tier 1, CET-1) sebesar 15,5 persen dan Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 19,3 persen atau tertinggi sepanjang sejarah Bank,” tutur Direktur Keuangan PermataBank, Sandeep Jain.
Unit Syariah
Pada saat yang bersamaan, Permata Unit Usaha Syariah (UUS) telah meningkatkan rasio CASA menjadi 63 persen di September 2016 dari 54 persen tahun lalu dan juga berhasil mengelola dana haji yang paling besar di antara UUS lainnya di Indonesia.
.
Didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuditas yang sehat, bank terus melanjutkan strateginya untuk menghadapi tekanan ekonomi makro, sebagaimana ditengarai sebelumnya, masih berdampak pada performa Bank. Tekanan tersebut menyebabkan pertumbuhan kredit negatif sebesar 16 persen yoy dan rasio kredit bermasalah (NPL) Gross dan Net masing-masing sebesar 4,9 persen dan 2,5 persen.
“Kami berhasil menjaga kondisi ini dengan baik khususnya dalam menghadapi meningkatnya kredit bermasalah dan beban pencadangan kredit pada kuartal ketiga. Kami mengetahui secara jelas risiko-risiko yang ada dan telah mengambil langkah-langkah yang terencana dengan baik untuk mengelola risiko tersebut, sejauh yang dapat kami prediksikan,” ujar Roy.
(ren)