Warisan Budaya Indonesia Segera Didaftarkan ke UNESCO

Batik, salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang telah diakui UNESCO.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id –  Sebanyak 150 Karya Budaya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, pada tanggal 13-16 September 2016 di Jakarta. Puncak Penyelenggaraan dan Penyerahan Sertifikat Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sendiri akan diselenggarakan pada 27 Oktober 2016 mendatang di Gedung Kesenian Jakarta.

Angka tersebut menambah jumlah Karya Budaya yang telah ditetapkan pemerintah sebagai WBTB sejak beberapa tahun lalu, yang kini totalnya mencapai 444 WBTB. Beberapa diantaranya termasuk Batik, Rendang, Soto Betawi, Gado-gado, Tari Piring, Keroncong Tugu, Gambang Kromong-Rancang, Tari Saman dan masih banyak lagi.

Sebagai informasi, Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia sendiri merupakan program United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang bertujuan menjamin visibilitas yang lebih baik bagi WBTB dan kesadaran akan nilai pentingnya.

Melalui sebuah ikhtisar berbagai kekayaan lisan dan tak benda umat manusia di seluruh dunia, program ini bertujuan menarik perhatian tentang pentingnya melindungi WBTB yang telah diidentifikasikan UNESCO sebagai komponen penting dan suatu kumpulan keragaman budaya dan ekspresi kreatif.

Perlu diketahui, saat ini ada delapan WBTB Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO. Dilansir dari laman UNESCO, Selasa, 25 Oktober 2016, kedelapan diantaranya adalah Keris (2008), Wayang (2008), Batik (2009), Program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), Noken Papua (2012) dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015).

Nantinya, seluruh Karya Budaya yang telah ditetapkan pemerintah sebagai WBTB Indonesia akan didaftarkan ke UNESO agar dapat diakui oleh dunia.

Namun, bukan perkara mudah untuk mendaftarkan WBTB ke UNESCO. Setiap dua tahun, hanya satu WBTB yang bisa didaftarkan. Aturan itu berlaku bagi negara yang sudah memiliki tujuh atau lebih WBTB yang telah diakui UNESCO.

UNESCO pun tak sembarangan menetapkan WBTB. Yang diterima hanyalah WBTB yang memiliki dokumen sejarah, kajian akademis, foto-foto dan film yang lengkap mengenai asal muasalnya. WBTB yang diajukan ke UNESCO juga harus didukung oleh Pemerintah Daerah asalnya, berikut komunitas adat.

Untuk tahun 2017 mendatang, pemerintah Indonesia rencananya akan mengajukan Kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan sebagai WBTB Indonesia ke UNESCO.

Daerah-daerah terpencil jadi prioritas

Pemerintah sendiri mengungkapkan bahwa dalam penetapan WBTB, pihaknya memprioritaskan daerah-daerah terpencil di Indonesia.

"Daerah-daerah terluar dan terpencil diutamakan, kadang belum kita populerkan tapi negara tetangga sudah populerkan," kata Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly, Senin, 24 Oktober 2016.

Ia menjelaskan, hal ini terjadi karena di daerah terluar atau daerah perbatasan, terdapat banyak kemiripan dan kesamaan warisan budaya yang dimiliki. Selain itu, terkadang banyak masyarakat perbatasan yang justru memopulerkan warisan budaya itu ke negara tetangga

"Kalau kita tidak definitifkan, ini nanti pasti kita akan sesali," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk segera mendaftarkan WBTB yang telah ditetapkan tadi ke UNESCO. WBTB yang telah ditetapkan juga sebisa mungkin harus segera dipublikasikan. Selain untuk promosi, ini juga untuk mengantisipasi klaim warisan budaya dari negara tetangga.

Ia juga menekankan, bahwa setelah ditetapkan, pemda setempat juga berkewajiban untuk melakukan proteksi dan pelestarian terhadap WBTB tersebut.

"Kalau sudah ditetapkan sebagai WBTB, berarti ada proteksi dari pemda, ada pengawalan, ada penjagaan, ada pelestarian di situ, komitmennya itu ya mengeluarkan anggaran," katanya.

Ia mengambil contoh, bahwa sebagai bentuk komitmen kepada suatu warisan kuliner, pemda harus memastikan bahwa industri yang menjual kuliner tersebut tetap tumbuh. Bukan hanya di daerahnya, tapi juga dalam skala nasional, bahkan akan lebih baik jika mencapai kancah internasional. Selain itu WBTB ini juga harus bisa diturunkan ke generasi selanjutnya.

"Jadi ada komitmen, tidak sekadar pernyataan tapi di-follow up. Jadi ada pelestarian di dalamnya, ada safeguarding di dalamnya," ujarnya menambahkan.