Jimly Sebut Banyak yang Menilai Logis Bila DPD Dibubarkan
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA.co.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengatakan, saat ini Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sedang menghadapi musibah konstitusional yang serius.
"Kalau ada pikiran sebaiknya DPD dibubarkan makin banyak yang anggap itu logis. Karena kondisi internal DPD yang banyak masalah," kata Jimly di Nusantara IV DPR, Jakarta, Kamis 13 Oktober 2016.
Ia menjelaskan, semakin banyaknya alasan agar DPD dibubarkan lantaran sebenarnya DPD sudah diperkuat baik melalui legislasi dan pengujian undang-undang. Tapi hal tersebut hanya menghabiskan waktu dan energi karena mekanisme penguatan DPD justru semakin sulit.
"Jadi energi makin banyak karena ada mekanisme yang bertambah. Tapi DPD tetap tak punya kewenangan membuat keputusan apa-apa. Kuncinya cuma DPD amandemen kelima atau bubar. Jadi kembali ke utusan daerah, sehingga DPD tak usah berkantor," kata Jimly.
Menurutnya, kalau DPD tidak ada usaha ekstra maka bisa jadi bubar. Bisa jadi amandemen konstitusi kelima bukannya justru mau menguatkan DPD tapi malah ingin membubarkan DPD.
"Mungkin ada perubahan kelima tapi perubahan kelima justru mau membubarkan DPD. Kita renungkan bersama. Maka masalah internal Anda, selesaikan secara internal. Ini bukan masalah jabatan tapi masalah negara yang serius," katanya menambahkan.
Persoalannya, ia menilai pentingnya posisi DPD saat ini menjadi simbol perwakilan rakyat daerah. Sebab partai politik dianggap tak cukup bisa mewakili semua rakyat.
"Saya usulkan mungkin perlu dibentuk tim dari tokoh-tokoh di luar DPD untuk membantu bagaimana agenda komunikasi dengan partai-partai penentu keputusan politik. Supaya agenda amandemen bisa diterima," kata Jimly.
Ia menilai, tim ini bisa berkomunikasi dengan para tokoh partai politik agar masalah kenegaraan Indonesia bisa beres. Ia mengusulkan mantan ketua DPD pertama Ginandjar Kartasasmita juga masuk ke dalam tim ini.
"DPD tak boleh bubar. Sebab ini simbol perwakilan daerah. DPD simbol kepentingan otonomi daerah. Otonomi daerah harga mati sama dengan NKRI.”
(mus)