Sampah Antariksa Bisa Dideteksi Namun Tak Bisa Diantisipasi
- www.mirror.co.uk
VIVA.co.id – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyebut, sampah antariksa secara umum bisa dipantau keberadaannya. Namun antisipasinya sangat sulit dilakukan. Hingga saat ini, kata Lapan, belum ada teknologi untuk mengantisipasi sampah antariksa yang jatuh ke bumi.
Dikutip dari situs Lapan, Selasa, 27 September 2016, dijelaskan bahwa suatu wilayah geografis, misalnya Indonesia, bisa diperkirakan sehari sebelumnya, apakah aman dari kejatuhan sampah antariksa atau tidak.
“(Tapi ) sangat sulit memperkirakan kapan dan di mana serpihan sampah antariksa akan menghantam permukaan Bumi,” tulis Lapan dalam situsnya.
Prediksi waktu dan lokasi jatuhnya sampah hanya bisa diketahui saat benda antariksa itu berada di ketinggian 120 kilometer dari permukaan bumi.
Sama Halnya dengan Meteorit
Seperti sampah antariksa, meteorit pun secara umum mungkin bisa dipantau dan diantisipasi tetapi sangat sulit dilakukan, termasuk oleh negara maju. Diperlukan teleskop yang mampu mendeteksi objek sangat redup yang bergerak sangat cepat, dengan kecepatan sekitar 100 ribu km/jam.
Kemudian, teleskop harus terintegrasi dengan sistem pengolah data cepat yang dilengkapi model orbit asteroid dan trayektorinya. Serta perlu memperhitungkan efektivitas dan efisiensi karena jangka waktu deteksi dan kejatuhan di bumi sangat singkat untuk objek relatif kecil.
Lapan menjelaskan, di seluruh dunia, dan bukan hanya di Indonesia, belum ada teknologi yang mampu mengantisipasi meteorit kecil. Pada 14 April 2010 meteorit berdiameter sekitar 1 meter berdaya ledak 20 ton TNT jatuh di Wisconsin, AS, tanpa bisa diantisipasi, untung saja meteorit itu pecah sebelum mencapai bumi.
Pada 2008, meteorit 2008 TC3 berdiameter 4 meter secara kebetulan terekam di teleskop otomatis pemantau asteroid dekat bumi dan diproses orbitnya. Tetapi pemantauan dan hasil perhitungannya hanya memberi waktu 19 jam sebelum jatuh di permukaan bumi, tepatnya di gurun Sudan. Pada saat terdeteksi, jaraknya masih sekitar 2 juta kilometer. Untuk meteorit yang lebih kecil lagi, objek baru terdeteksi pada jarak yang lebih dekat, yang berarti, kalau pun terekam hanya menyisakan waktu beberapa jam sebelum jatuh.
Untuk antisipasi meteorit besar, secara internasional sudah ada program pemantau asteroid sekitar bumi dengan biaya sangat mahal. Program 'Spaceguard' berupaya mendeteksi asteroid dekat bumi dengan target capaian mendeteksi 90 persen asteroid berdiameter lebih dari 1 kilometer, dari tahun 2008 yang kini terus berlanjut.
Program NASA 2003 mengusulkan dana US$250 juta–US$450 juta (sekitar Rp2,5–Rp4,5 triliun) untuk mendeteksi 90 persen asteroid dekat bumi berdiameter lebih dari 140 meter sampai 2028.
(mus)