Cegah Obat Kedaluarsa, BPPT Berguru pada Australia
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Beberapa waktu lalu Indonesia dihebohkan dengan maraknya peredaran obat yang telah melewati batas waktu pemakaian atau kedaluarsa. Untuk itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga pemberi rekomendasi teknologi, melihat pentingnya penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam manajemen farmasi.
Memulai langkah tersebut, BPPT pun melakukan kerja sama dengan PNORS Australia, yang merupakan perusahaan dengan kompetensi bidang TIK dalam dunia kesehatan. "Kita akan bertukar informasi, antara PNORS dan BPPT. Mereka punya pengalaman ICT, terutama E-Health," ujar kepala BPPT, Unggul Priyanto dalam paparannya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis, 22 September 2016.
Bersamaan dengan itu diselenggarakan seminar internasional dengan pemateri, Richard Llewellyn sebagai Chairman PNORS Technology Group. Richard akan menyampaikan mengenai sistem e-procurement melalui sistematisasi e-katalog, pendataan, serta tata kelola penyaluran kebutuhan pusat pelayanan kesehatan secara transparan, efisien serta efektif.
Pada intinya, Richard menjelaskan bahwa e-health berupa pendataan obat-obatan ini telah dipakai oleh pemerintah negaranya sendiri. Kini, Kementerian Kesehatan negeri Kangguru tersebut berkoordinasi langsung dengan PNORS soal penyebaran obat ke Puskesmas setempat.
"Jadi Kementerian Kesehatan (Australia) tidak lagi berhubungan dengan service provider, tapi dengan PNORS," kata Richard.
Lebih lanjut, perekayasa utama BPPT, Indroyono Soesilo mencontoh, jika sistem PNORS ini diterapkan pula di Indonesia maka segala hal bisa diatur sedemikian rupa. Misalnya, sebuah Puskesmas akan mendata berapa banyak obat yang telah mereka salurkan. Sehingga, dengan data tersebut, penyaluran obat kembali ke Puskesmas bisa dikalkulasikan sesuai kebutuhan.
"Jadi tidak ada penumpukan obat, yang berimbas kedaluarsa," ujarnya.
(mus)