Cara Kementerian Desa Menyiasati Pemangkasan Anggaran

Permukiman khusus transmigrasi dan pendatang di Suaby, Wasior, Papua Barat.
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengakui bila pemangkasan anggaran kementeriannya hingga Rp2 triliun cukup berpengaruh terhadap pelaksanaan program transmigrasi. Kendati demikian, hal tersebut bisa diatasi jika program transmigrasi dilakukan 'keroyokan' oleh berbagai kementerian dan lembaga.

“Komunikasi kita dengan kementerian lainnya sangat bagus. Oleh karena itu, karena anggaran kita banyak dipotong, sementara pengembangan transmigrasi harus terus berjalan, maka sinergi dengan kementerian lain adalah langkah yang tepat,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Sandjojo, dalam keterangan pers, Kamis, 15 September 2016.

Ia kemudian mencontohkan, sebagian besar aktivitas ekonomi di kawasan transmigrasi bergerak di sektor pertanian.

Untuk dapat mengembangkan satu komoditi unggulan, maka hal itu bisa dilakukan melalui kerja sama dengan Kementerian Pertanian.

“Kalau kita butuh pengembangan infrastruktur di kawasan transmigrasi, kita bisa ajak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” ujarnya.

Selain itu, Eko melanjutkan, kawasan transmigrasi yang telah terbentuk menjadi desa harus mencoba untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

"Mereka juga harus fokus memproduksi dan mengembangkan satu produk unggulan. Banyak desa yang sukses di Indonesia karena memiliki karakter yang sama, yakni punya produk unggulan tertentu dengan skala ekonomi besar," kata.

Transmigrasi adalah salah satu program yang mendukung pembangunan Indonesia dari pinggiran. Program ini telah banyak meraih kesuksesan dengan melahirkan daerah-daerah maju.

Berdasarkan catatan, sejauh ini transmigrasi sudah berhasil melahirkan dua ibu kota provinsi, yakni Mamuju dan Tanjung Selor. Kemudian, sebanyak 104 kabupaten/kota serta ribuan desa baru.