Industri Pupuk Terpukul Mahalnya Harga Gas

Pupuk bersubsidi Pemerintah
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVA.co.id – Harga gas di Indonesia sampai saat ini masih relatif mahal, yakni berada di kisaran US$8-US$10 Million Metric British Thermal Unit (MMbtu). Padahal, harga gas di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura justru berada di kisaran US$4-US$5 MMbtu.

Hal ini akhirnya membuat para pelaku industri yang menggunakan gas sebagai komponen utama bahan produksi menjerit, karena harus menanggung harga gas yang masih relatif mahal. Padahal, jika harga gas bisa kompetitif, tentu akan menekan biaya produksi industri.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat menyatakan, pihaknya menjadi salah satu industri yang merasa tertekan dengan kondisi harga gas Indonesia. Apalagi, industri pupuk nasional menggunakan 70 persen gas sebagai bahan produksi.

"Harga gas khususnya untuk pabrik pupuk ini agak cukup tinggi. Rata-rata itu US$6-US$7 MMbtu," kata Aas dalam keterangan tertulisnya, Rabu 14 September 2016.

Menurut dia, selama ini pasokan gas yang diterima perseroan berasal dari PT Pertamina dan anak usahanya di sektor minyak dan gas. Hal inilah yang membuat industri pupuk nasional sulit bersaing, karena tertekan biaya produksi yang berlebih.

"Kami kebanyakan (mendapatkan pasokan gas) dari Pertamina. Kami tidak ada yang lewat calo," kata dia. Hingga kini, harga pupuk yang diperjualbelikan di pasar internasional seperti Tiongkok, mencapai US$200 per ton.

Sementara jika dibandingkan harga jual di Indonesia, berada di kisaran US$240-US$250. Keuntungan yang diterima industri pun semakin tipis, karena tergerus harga gas.

Menurut Aas, apabila harga gas bisa ditekan hingga di kisaran US$1-US$3 MMbtu, maka harga pupuk Indonesia bisa bersaing. Sebab, dengan adanya penurunan harga gas, tentu biaya produksi perseroan bisa diturunkan.

"Sekarang cost kita US$250. Dengan harga gas seperti itu, bisa turun sampai US$45. Nanti bisa bersaing," ujar Aas.