Pemerintah Diminta Pajaki Uber, GrabCar
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Pemerintah diminta bersikap tegas, agar mewajibkan taksi berbasis aplikasi, atau taksi online membayar pajak. Hal itu, supaya ada kesetaraan dengan taksi konvensional.
"Solusinya sebenarnya mudah, tinggal kemauan melakukan koordinasi, agar persoalan pajak terhadap taksi online dapat segera diselesaikan," kata Pengamat Pajak, Roni Bako, seperti dikutip dalam keterangannya, Senin 29 Agustus 2016.
Menurut Roni, mengenai pendataan, sebenarnya tidak menjadi soal, karena tinggal berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebab, mereka memiliki kewenangan untuk membuka data perusahaan aplikasi yang beroperasi di Indonesia.
"Jadi, persoalan sebenarnya tinggal koordinasi saja untuk memungut pajak taksi online. Seharusnya, persoalan pajak taksi online ini dapat diselesaikan dengan cepat," ujar dia.
Roni menambahkan, kalau badan usahanya belum ada, maka yang dikenakan pajak bisa langsung kepada pengemudinya. Sebab, saat ini, setiap warga negara sudah memiliki NPWP. “Tinggal dipungut saja dari situ,” ujarnya.
Hal senada dikemukakan pengamat pajak Universitas Indonesia, Darussalam. Menurutnya, taksi online seharusnya juga dikenakan pajak. Kalau persoalan badan usahanya belum selesai, maka pungutan pajak dapat dikenakan langsung kepada pengemudinya.
Sementara itu, jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban pelaku usaha transportasi di antaranya berupa PPH badan, PPH pribadi, dan pajak transaksi, serta pajak keuntungan.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan aturan bagi taksi berbasis aplikasi seperti Uber Taksi dan Grab Car.
"Harus mengikuti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Hemi Pamuraharjo.
Hemi menjelaskan, peraturan yang harus diikuti, di antaranya harus memiliki SIM umum, harus berbadan hukum, atau bekerja sama dengan badan hukum, surat tanda nomor kendaraan (STNK) harus diubah dari atas nama pribadi menjadi atas nama perusahaan serta mobil harus diuji KIR.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center For Indonesia (Cita) Yustinus Prastowo juga telah meminta pemerintah menindak tegas pelaku transportasi online sebelum membangun Badan Usaha Tetap (BUT) di sini.
Menurut dia, para penyelenggara sistem elektronik (PSE) harus berkantor pusat di sini, agar dapat terdaftar sebagai wajib pajak.
Selama ini, pelaku e-commerce seolah mengakali aturan. Mereka membuat kantor formalitas tanpa menjalankan aktivitas. Artinya, subjek pajak tidak bisa ditarik karena mereka hanya menjalankan service untuk kantor di luar negeri.
Prastowo mengatakan, pemerintah harus segera ambil langkah tegas apapun ini. Di sini pemerintah yang memiliki andil besar, sambil menyelesaikan semua regulasi terkait aplikasi online.
Saat ini tiga pemain besar angkutan berbasis aplikasi yaitu Uber, GrabCar dan Gocar. Ketiganya merupakan platform, tidak memiliki armada sendiri.