Harga Rokok Dinaikkan, Sektor Industri Hancur

Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono
Sumber :

VIVA.co.id – Banyak sektor industri yang hancur bila wacana kenaikan harga rokok diterapkan. Industri hulu hingga hilir akan mengalami goncangan hebat. Rokok sudah jadi kebutuhan primer bagi para perokok. Bila kebutuhan primer dinaikkan harganya, tidak saja memunculkan kemiskinan, tapi juga kriminalitas.

Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono, Selasa 23 Agustus 2016, di DPR. Wacana menaikkan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus, bisa mematikan industri perkebunan tembakau, pupuk, manufaktur, hingga mematikan kios-kios rokok kecil.

“Merokok sudah jadi budaya nenek moyang kita sejak zaman kerajaan. Jangan sampai budaya ini hilang. Bahkan, mestinya kita bisa mengekspor tembakau,” ungkap Bambang.

Cukai rokok, kata Anggota F-Gerindra ini, menempati pos penerimaan negara paling tinggi dalam APBN dan semuanya bersumber dari konsumen rokok kelas menengah ke bawah. Jumlah perokok aktif mencapai 40 persen dari penduduk. 80 persen dari mereka adalah kelas menengah ke bawah. Sisanya kelas atas.

Bila harganya dinaikkan, sambung Bambang, itu tidak serta merta menghentikan kebiasaan merokok. Para perokok tetap akan mempertahankan tradisi merokoknya walau harganya mahal. Dan yang rawan adalah ketika perokok kelas bawah tak mampu membeli rokok lagi. Kemungkinan besar, mereka akan melakukan kriminalitas agar tetap bisa merokok. Jadi aspek sosial ekonomi harus dipikirkan lagi menyangkut kebijakan ini.

Sedangkan kaitannya dengan faktor kesehatan, Bambang menampiknya. Merokok tidak membuat umur pendek. Justru dengan merokok ada relaksasi yang didapat.

“Para perokok berat ternyata berumur panjang, karena tingkat stresnya rendah. Dengan merokok, mereka merasa lebih rileks,” ujar politisi dari dapil Jatim I itu.

Dia menyebutkan para pemimpin dunia yang perokok berat, yaitu Mao Zetung dan Den Xioping wafat di atas usia 90 tahun. Bahkan, Fidel Castro pemimpin revolusioner Kuba masih hidup sampai sekarang, walau perokok berat.

Bambang sendiri mengaku bukan seorang perokok dan tak pernah merokok sejak kecil. Tapi, ia tak setuju bila harga rokok dinaikkan, karena bisa menggerus ekonomi rakyat kecil. Polusi rokok juga tidak terlalu signifikan berpengaruh terhadap manusia. Yang sangat berpengaruh adalah polusi asap kebakaran hutan yang sampai sekarang belum mampu dikendalikan oleh pemerintah.

Sebaliknya, pemerintah justru harus mengembangkan industri tembakau di Tanah Air. Tembakau Indonesia sangat dikenal dan disukai masyarakat dunia. Rasa tembakau Indonesia sangat enak. Dan tembakau dari Deli, Sumatera Utara, merupakan tembakau terbaik di dunia.

“Jadi, pemerintah jangan kalap atau bingung dengan manaikkan harga rokok, karena tak bisa menyukseskan pendapatan dari tax amnesty. Subsidi BBM dan listrik bagi rakyat sudah dicabut. Jangan menambah kesulitan baru bagi rakyat kecil,” ujar Bambang. (www.dpr.go.id)