Melebarnya Defisit APBN Karena Pembayaran Bunga Hutang

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan
Sumber :

VIVA.co.id – Pemerintah akui penarikan utang yang dilakukan tidak seluruhnya digunakan untuk keperluan produktif. Utang-utang itu justru digunakan untuk membayar bunga utang yang sudah jatuh tempo.

Menanggapi hal tersebut,  Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan itu bukan hal baru.  Menurutnya fraksi Gerindra berulang kali menyuarakan hal ini hampir di semua kesempatan. Tapi, pemerintah tetap bergeming. Seolah-olah tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja.

"Untuk diketahui, jauh-jauh hari, kami sudah mengingatkan tentang pembayaran bunga utang yang menjadi sebab makin melebarnya defisit APBN dan keseimbangan primer. Hal lain yang juga kita ingatkan adalah penggunaan utang ke sektor-sektor riil dan produktif," ujarnya,  Jumat 19 Agustus 2016.

Ia menjelaskan, pemerintah seringkali beralasan penarikan utang itu untuk pembangunan infrastruktur. Tapi, tragisnya, pembangunan infrastruktur masih terseok. Sementara itu, sektor-sektor riil dan produktif terus mandeg. Sebagai contoh,  pertumbuhan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan tetap saja stagnan. Bahkan, kata Heri sebelumnya hanya menyumbang kurang dari 30 persen PDB. Padahal, sektor itu bisa menciptakan kesempatan kerja di atas 50 persen.

"Sekarang pemerintah mulai mengeluhkan adanya pembayaran utang yang naik signifikan hingga di kisaran Rp180 triliun. Tidak hanya sampai di situ. Utang yang 90 persennya adalah pinjaman luar negeri itu yang mencapai hampir Rp4.000 triliun akan terus menggerus cadangan devisa kita. Dan pemerintah tahu persis hal tersebut," ujarnya.

Kata eks wakil Ketua Komisi VI ini, yang jadi pertanyaan, kenapa pemerintah baru mengakuinya sekarang? Mereka yang oleh konstitusi diberi hak spesialis untuk menyusunan APBN seharusnya tahu dan mengoreksinya sejak awal.

"Pernyataan-pernyataan yang keluar sebagaimana pernyataan Menteri Keuangan baru-baru ini, bisa mengganggu kredibilitas dan kepercayaan publik dalam hal pengelolaan anggaran oleh pemerintah. Mestinya kalau tahu tidak sehat, maka itu harusnya dibahas secara internal untuk kemudian dikonsultasikan ke DPR yang kemudian dinyatakan ke publik. Secara etika organisasi, pernyataan-pernyataan sepihak yang berbeda-beda bisa mencuatkan persepsi publik yang negatif," katanya.

Untuk mendapatkan susunan APBN yang kredibel dan prudent, kata Heri, maka proses penyusunannya harus dilaksanakan secara holistik berdasarkan prinsip-prinsip teknokratis dan akademis oleh pemerintah. Lalu, disampaikan ke DPR untuk dibahas dari proses RAPBN menjadi UU APBN. Tapi, proses paling menentukan adalah di domain pemerintah sebagai satu-satunya pemilik hak inisiatif atas penyusunan UU APBN sebagai UU yang bersifat lex specialis.

"Ringkasnya, kementerian/lembaga sebagai bagian dari institusi eksekutif memegang peranan besar dan menentukan dalam menghadirkan postur APBN yang kredibel hingga bisa dilaksanakan ke tengah-tengah rakyat," ujarnya. (Webtorial)