Luhut Bantah Bakal Buka Investasi Asing Sektor Perikanan
Selasa, 9 Agustus 2016 - 16:41 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Moh Nadlir
VIVA.co.id
- Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa sektor perikanan tangkap tertutup 100 persen untuk investasi asing. Hanya sektor pengolahan ikan hingga teknologi perikanan yang terbuka untuk investasi asing.
Karena itu, jika sektor perikanan tangkap nantinya kembali dibuka untuk asing, khususnya untuk menggarap lahan perikanan di kawasan Natuna yang potensinya sangat besar, maka dia siap mundur dari posisinya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membantah, dia akan mengubah Perpres nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Perpres tersebut memang diketahui mengatur, sektor perikanan tangkap tertutup sepenuhnya untuk investasi asing. Sebab, sebelum adanya Perpres itu, asing boleh masuk hingga 100 persen di sektor perikanan tangkap.
"Saya belum pernah usul untuk membuka investasi asing," ujarnya di kantornya, Jakarta, Selasa 9 Agustus 2016.
Baca Juga :
Dia hanya berujar, jika Indonesia belum mampu mengelola kawasan industri perikanan secara maksimal, bisa tidak dilakukan kerja sama dengan negara-negara asing untuk tersebut.
"Saya lihat, kalau kita bikin sekarang kawasan perikanan industri ikan, terus yang ambil ikannya siapa? Kalau bisa dalam negeri, ya dalam negeri. Kalau tidak bisa, ada tidak peluang joint venture, antara negara-negara asing dengan pengusaha berbasis di Indonesia, kapalnya dari Indonesia," ujar Luhut.
Karena itu, kata Luhut, jika memang Indonesia mampu, tak perlu lagi ada wacana untuk membuka kerja sama dengan asing, guna mengelola industri perikanan.
"Kalau bisa cukup dari kita, ya tidak perlu (kerja sama dengan negara-negara asing). Jadi, jangan terus kita kasih komentar macam-macam," kata dia.
Menurut Luhut, saat ini, wacana tersebut masih akan dikaji lebih lanjut, mencari pilihan-pilihan yang terbaik, nan menguntungkan bagi Indonesia.
"Baru dikaji, sepanjang 2-3 minggu ke depan akan dipelajari apa yang terbaik. Tak ada masalah (daftar negatif investasi/DNI). Kalau kita bisa memenuhi dalam negeri. Ini baru pilihan-pilihan," ungkap mantan Menko Polhukam itu. (asp)