Banggar DPR: Target Tax Amnesty Terlalu Ambisius
Jumat, 5 Agustus 2016 - 13:28 WIB
Sumber :
- Antara/ Yusran Uccang
VIVA.co.id
- Anggota Badan Anggaran DPR RI Akmal Pasluddin menilai target penerimaan negara dari tax amnesty yang dicanangkan oleh pemerintah sebesar Rp165 triliun, terlalu ambisius.
Akibatnya, untuk mengantisipasi tidak tercapainya target tersebut, agar tidak menjadi defisit anggaran sebesar tiga persen, pemerintah memangkas anggaran kementerian/lembaga (K/L) serta anggaran pembangunan ke daerah.
"Harapan terakhir pemerintah untuk menyehatkan postur pendapatan negara pada pengampunan pajak telah suram. Perhitungannya terlalu optimis. Ini akan memaksa pemerintah melakukan jurus selanjutnya, yaitu dengan memangkas anggaran kementerian dan lembaga serta anggaran pembangunan daerah," ujarnya.
Dampak dari adanya penghematan di seluruh K/L ini adalah akan mempertahankan kondisi defisit anggaran tetap di bawah tiga persen sesuai dengan UU Keuangan Negara. Namun, secara jangka panjang, upaya peningkatan kualitas kesejahteraan dan pemerataan pembangunan akan menjadi mundur kembali.
"Saya mengingatkan kepada pemerintah, pada upaya pemotongan anggaran di kementerian dan lembaga serta pemotongan pembangunan daerah, harus konsultasi dengan DPR," ujarnya.
Diketahui, pasca diangkat menjadi Menteri Keuangan, Sri Mulyani langsung membuat kebijakan untuk memangkas anggaran terhadap seluruh K/L, juga dana transfer ke daerah. Pemotongan anggaran tersebut mencapai Rp133,8 triliun, yaitu Rp65 triliun untuk K/L dan Rp68,8 triliun untuk ke daerah.
Akmal menilai realistis, sebab kehadiran Sri Mulyani tersebut, yaitu 'SMI Effect' hanya membawa sentimen positif sementara yang ditandai dengan hanya selang tiga hari pasca pengangkatan Sri Mulyani, rupiah kembali melemah terhadap dolar.
"Ada harapan terhadap iklim ekonomi Indonesia setelah Sri Mulyani masuk, namun harapan itu hanya sekejap selama tiga hari saja. Karena berbagai pihak baik pelaku ekonomi maupun pengamat meyakini, bahwa kondisi ekonomi yang berat akan dihadapi bangsa ini. Sehingga sosok Menkeu sekarang pun akan sulit merestorasi normalnya perekonomian negara ini," katanya. (webtorial)