Komisi XI: Postur APBN-P 2016 Tidak Kredibel
Jumat, 5 Agustus 2016 - 12:03 WIB
Sumber :
VIVA.co.id
- Presiden Jokowi menerima usul Menteri Keuangan Sri Mulyani, terkait revisi APBN-P 2016. Hasilnya, postur APBN-P 2016 dipangkas Rp133 triliun, terdiri dari pemangkasan belanja kementerian atau lembaga (K/L) sebesar Rp65 triliun dan dana transfer daerah sebesar Rp68,8 triliun.
Sementara itu pada sisi penerimaan, diperkirakan akan terjadi pengurangan penerimaan pajak sebesar Rp219 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai bahwa revisi tersebut adalah bukti bahwa postur APBN-P 2016 tidak well-designed sehingga kredibilitasnya dipertanyakan.
"Hal tersebut pernah dilontarkan Fraksi Gerindra di awal pembahasan agar pemerintah berhati-hati dalam penetapan asumsi hingga komposisi pengeluaran dan belanja dalam APBN-P 2016," ujarnya, Jumat 5 Agustus 2016.
Ia menambahkan, kita tidak bisa berharap banyak pada kebijakan pemangkasan belanja kementerian atau lembaga. Sebab, itu tidak terlalu efektif.
"Kalau kita baca realisasi anggaran kementerian/lembaga TA 2015, seluruhnya di bawah pagu yang telah ditetapkan. Artinya, mayoritas kementerian/lembaga tidak optimal dalam melaksanakan anggaran belanjanya untuk TA 2015.
Sebagai contoh, realisasi anggaran belanja di Kementerian Keuangan hanya sebesar 83,95 persen dari anggaran belanja sebesar Rp33,7 tirilun. Dengan kata lain, ada sisa anggaran sebesar Rp5,4 triliun yang tidak terlaksana," ujarnya.
Eks Wakil Ketua Komisi VI ini menjelaskan, meski tidak optimal, mayoritas kementerian/lembaga tetap mendapat alokasi anggaran yang lebih besar dari tahun sebelumnya.
Sebagai contoh, Kementerian Keuangan yang realisasi belanjanya hanya 83,95 persen lalu mendapat pagu anggaran belanja sebesar Rp39,4 triliun atau naik Rp5,7 triliun dari TA 2015. Per 7 Juni 2016, anggaran itu baru terlaksana 30,96 persen.
"Skema penyusunan anggaran seperti yang dicontohkan itu terjadi di semua kementerian/lembaga. Buktinya, dari Pagu sebesar RpRp795,5 triliun untuk belanja kementerian/lembaga, hanya terealisasi sebesar Rp725,6 triliun.
Artinya, selama ini penyusunan anggaran hanya "asal jadi". Bahkan, terkesan hanya "copy-paste". Pola penyusunan anggaran seperti itu tentu akan menghasilkan postur APBN yang tidak kredibel karena hanya didasarkan pada angka-angka perencanaan, dan bukan berbasis pada realisasi," jelasnya.
Menurut Heri, sebaiknya penurunan belanja kementerian/lembaga/daerah, tidak terjadi secara merata namun terdapat kementerian/lembaga/daerah yang mendapat kenaikan, sesuai dengan prioritas arahan perundangan dan kewajiban di dalamnya (kontrak tahun jamak).
"Terkait dipangkasnya dana transfer daerah, pemerintah sebaiknya harus hati-hati karena itu bisa berimbas pada terbengkalainya sejumlah program daerah yang sudah direncanakan sebelumnya," ucap Politisi Gerindra ini.
Baca Juga :
Kedua, kreatifitas menggenjot sumber-sumber penerimaan baru di luar pajak dan infrastruktur sumber-sumber pendanaan
Ketiga, proses perencanaan yang integratif yang menekankan pada "money follow program" yang realistis dan bukan sebatas khayalan. Dengan pendekatan penganggaran yang lebih fokus kapada program/kegiatan yang terkait langsung dengan prioritas nasional serta memberikan dampak langsung bagi masyarakat. Dengan belanja tidak lagi dibagi secara merata kepada setiap tugas dan fungsi.
Keempat, money follow program, sebaiknya di implementasikan untuk mengamankan alokasi anggaran pada prioritas; relokasi dari program kegiatan yang telah cukup mendapat penekanan pada tahun2 sebelumnya, sehingga terjadi kesinambungan serta terjadinya efisiensi pada program/kegiatan non prioritas
Kelima, sinergi Kemenkeu dan Bappenas dalam menghadirkan proses perencanaan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat lewat proses Musrenbang yang kredibel sesuai azas-azas perencanaan yang tertuang dalam UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). (www.dpr.go.id)