Pemerintah Diminta Mereformasi Tata Niaga Garam

Sumber :
  • ANTARA FOTO/Basri Marzuki
VIVA.co.id
- Anggota Komisi V DPR RI Miryam S Haryani dalam kunjungannya ke pelabuhan terkejut dengan adanya garam impor dari Australia masuk di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat.


Anggota Komisi V DPR RI yang berasal dari Daerah Pilihan (Dapil) Cirebon dan Indramayu itu, Rabu, mengaku terkejut karena Pelabuhan Cirebon menerima garam impor untuk industri, disaat petani garam di Cirebon karena hasil garamnya tidak laku dijual.


"Mestinya pemerintah cukup bijak, jangan binasakan petani garam di Cirebon dengan mendatangkan garam impor melalui pelabuhan," katanya.


Miryam menuturkan Cirebon merupakan salah satu daerah terbesar penghasil garam di Jawa, sehingga tidak sepatutnya ada impor garam.


Ia berpandangan, seharusnya pemerintah memberikan subsidi kepada petani garam di Cirebon, agar bisa membuat garam industri dan mendorong untuk bisa menunjang industri yang ada. Bukan malah melakukan impor besar-besaran dari luar negeri. Hal ini sudah tentu sangat merugikan petani garam di Cirebon.


"Hampir seluruh wilayah Kabupaten Cirebon penghasil garam, tapi di pelabuhannya ada garam impor dari Australia, saya kaget sekali," katanya.


Menurutnya, kebijakan impor garam disaat petani garam sedang mengalami kerugian besar akibat banyak yang tidak bisa terjual, merupakan keputusan yang tidak tepat.

"Untuk itu seharusnya pemerintah bisa memaksimalkan petani lokal yang sudah ada," jelasnya.


Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV  DPR RI yang membidangi pertanian, Viva Yoga Mauladi saat ini para petani garam di Cirebon sedang kesulitan karena hasil garamnya tidak laku dijual, bahkan sejumlah garam akhirnya rusak karena terkena hujan yang masih sering turun pada bulan ini.


"Pertanyaanya apakah itu garam industri apa garam rumah tangga? Soalnya tingkat salinitasnya berbeda. Tidak seharusnya pemerintah Indonesia mengimpor garam. Garis pantai yang panjang merupakan kekayaan alam untuk bisa dimaksimalkan potensinya memproduksi garam, pada titik-titik tertentu," ujarnya, Kamis 4 Agustus 2016.


Ia mencontohkan, misalnya di NTT, potensi memproduksi garam industri seharusnya dapat dimaksimalkan melalui proyek yang serius dengan teknologi modern. Tidak usah impor garam industri lagi.


"Kalau produksi garam rumah tangga sebenarnya selalu over production. Apalagi ditunjang program usaha garam rakyat (PUGAR). Namun sayang sekali pemerintah tidak berpihak kepada petani garam. Tidak melindungi dan memberdayakan petani garam. Buktinya pemerintah tidak mampu menstabilkan harga garam. Petani garam rakyat selalu merugi dan tidak prospektif. Hidup segan matipun tak mau," katanya.


Solusinya, pemerintah harus mereformasi tata niaga garam dengan berpihak pada petani garam. Pemerintah harus membeli produksi garam rakyat melalui skim subsidi, kata Politisi PAN ini.  (Webtorial)